Market

Debat Hilirisasi, Kantor Menko Luhut Ingatkan Setoran Pajak dan Lapangan Kerja

Pemerintah terus menegaskan jika kebijakan hilirisasi nikel tetap dinikmati bangsa Indonesia. Selain menerima setoran pajak, tenaga kerja juga dapat terserap meskipun secara bisnis, investor juga mendapatkan manfaat bagi bisnisnya karena telah mengolah cadangan nikel di tanah air.

Kali ini tanggapan berasal dari Deputi Investasi dan Pertambangan, Kemenko Maritim dan Investasi, Septian Hario Seto. Menurutnya, hilirisasi komoditas nikel telah menghasilkan nilai tambah berupa pajak hingga langan kerja.

“Jika ekspor bijih nikel ini terus dilakukan maka nilai manfaat dari bijih nikel yang kita miliki 100 persen dinikmati oleh negara lain. Jadi negara asing 100 persen dan Indonesia 0 persen Tidak ada pajak dan penambahan tenaga kerja yang tercipta di Indonesia,” katanya seperti dikutip di Jakarta, Minggu (13/8/2023).

Dalam perhitungan Seto, seraya menghitung seberapa besar sumber daya yang harus dikeluarkan untuk memproses bijih nikel menjadi nikel pig iron. “Sumber daya tersebut bisa dalam bentuk tenaga kerja, teknologi, listrik dan bahan baku lainnya. Lalu kita menganalisis, pihak mana (dalam negeri atau luar negeri) yang menikmati manfaat dari sumber daya tersebut,” uncapnya.

Debat hilirisasi nikel mencuat setelah ekonom senior Indef, Faisal Basri menegaskan program hilirisasi nikel model Presiden Jokowi lebih menguntungkan China, ketimbang Indonesia. Berikut penjelasannya.

“Tak ada yang meragukan bahwa smelter nikel menciptakan nilai tambah tinggi. Siapa yang menikmati nilai tambah tinggi itu? Tentu saja pihak China yang menikmati. Nilai tambah yang mengalir ke perekonomian nasional tak lebih dari sekitar 10 persen. Begini hitung-hitungannya,” papar Faisal, dikutip dari laman faisalbasri.com, Jakarta, Sabtu (12/8/2023).

Menurutnya, nilai tambah dari industri smelter itu berasal dari produk smelter dikurangi bijih nikel. Sedangkan nilai tambah yang dinikmati pengusaha berupa laba. Sedangkan, nilai tambah yang dinikmati pemodal berbentuk bunga, pekerja berbentuk upah, pemilik lahan berbentuk uang sewa.

“Hampir semua smelter nikel milik pengusaha China. Karena dapat fasilitas tax holiday, tak satu persen pun keuntungan itu mengalir ke Tanah Air,” kata Faisal.

Realitanya, kata Faisal, hampir seratus persen modal dari smelter nikal yang beroperasi di Indonesia, berasal dari perbankan China. Otomatis, pendapatan bunga hampir seluruhnya mengalir ke China.

Sementara berdasarkan analisis yang Seto lakukan menyatakan bahwa dari 100 persen nilai produk smelter, kontribusi bijih nikel adalah 40 persen, 12 persen laba operasi yang bisa dinikmati investor, dan 48 persen adalah sumber daya tambahan yang perlu dikeluarkan untuk mengolah bijih nikel tersebut.

Sebab dari 48 persen angka tersebut, sebanyak 32 persen dinikmati para pelaku ekonomi di dalam negeri dalam bentuk batu bara yang digunakan untuk pembangkit listrik, tenaga kerja, dan bahan baku lain. Sehingga hanya 16 persen yang dinikmati oleh pihak supplier dari luar negeri.

Berdasarkan hitungan tersebut, nilai tambah yang dinikmati oleh pihak luar negeri yaitu investor dan supplier adalah 16 persen ditambah komponen laba operasi 12 persen, sehingga menjadi 28 persen.

“Sehingga, nilai tambah yang dinikmati oleh dalam negeri adalah 32 persen atau secara proporsi mencerminkan sekitar 53 persen dari seluruh nilai tambah hilirisasi nikel,” ujar dia.

Nilai tambah dalam negeri akan lebih besar jika pihak investor asing tersebut melakukan reinvestasi di dalam negeri, tidak lagi mendapatkan tax holiday atau bahkan ada keterlibatan investor lokal, seperti Harum Energy, Trimegah Bangun Persada dan Merdeka Battery Materials.

Di samping itu, Seto melanjutkan mayoritas dari investasi hilirisasi nikel dilakukan di wilayah Sulawesi dan Halmahera yang sebelumnya memiliki gap aktivitas ekonomi yang besar dengan Jawa.

“Dengan adanya investasi ini, terjadi penciptaan tenaga kerja dan aktivitas ekonomi yang besar, yang tidak akan terjadi tanpa adanya hilirisasi nikel ini,” jelas dia.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button