Market

Disuruh Kosongkan Hotel Sultan Saja Ogah, Apalagi Bayar Rp600 Miliar, Pontjo Sutowo Melawan?

Sengketa lahan di kompleks Gelora Bung Karno (GBK) masih berlanjut, karena PT Indobuildco milik Pontjo Sutowo tak mau kosongkan Hotel Sultan (dulu, Hotel Hilton).

Selain kosongkan Hotel Sultan, Pontjo juga diwajibkan membayar royalti Rp500 miliar. Bagaimana bila melawan? Kuasa hukum Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPKGBK), Saor Siagian mengatakan, akan ada hukum pidana yang menanti jika Indobuildco tidak kunjung kooperatif mengosongkan kawasan Blok 15 itu.

“Pihak Indobuildco seharusnya mengosongkan tanah eks HGB. Kalau PT Indobuildco atau Pontjo Sutowo masih berkeras, ada konsekuensi hukum yang akan terbit baik pidana, bahkan yang spesifik yaitu tipikor,” ujar Saor, dikutip Sabtu (30/9/2023). 

Tanah tersebut merupakan lokasi berdirinya Hotel Sultan yang dikelola PT Indobuildco milik Pontjo Sutowo. Berdasarkan informasi terakhir, Indobuildco harus segera mengosongkan hotel bintang lima tersebut. Hal ini dikarenakan masa belaku Hak Guna Bangunan (HGB) telah habis.

Apabila Indobuildco ingin mengajukan perpanjangan HGB, kata Saor, maka harus terlebih dahulu meminta izin kepada PPKGBK.  

Di sisi lain, pihak Indobuildco juga harus membayar royalti yang nilainya masih dihitung ada di kisaran Rp 600 miliar. Angka ini didapatkan berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhitung sejak 2007 hingga kini.

“Royalti ini pun diperkuat oleh putusan majelis hakim yang memutuskan HPL kepada PPKGBK itu sah dan menghukum Indobuildco membayar royalti” ujar Saor.

Mengingatkan saja, Pontjo Sutowo menempuh upaya hukum hingga empat kali. Namun upaya yang dilakukan pada 2011, 2014, 2020, dan 2022, seluruhannya kalah dalam Peninjauan Kembali (PK).

Tak kenal lelah, Indobuilco kembali menggugat pemerintah, dalam hal ini Menteri ATR melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada 2023, yang akhirnya ditolak juga.

Dalam perjalanannya, Indobuildco sempat terkena kasus pidana terkait perpanjangan HGB tersebut pada 2002 untuk 20 tahun ke depan. Pontjo Sutowo selaku terdakwa mendapatkan putusan lepas pada tingkat PK.

“Jadi putusannya lepas Onslag, bukan bebas. MA bilang pembuatannya salah terbukti. Cuma salahnya bukan pidana, tetapi administratif karena perbuatan perpanjangan HGB tetapi tidak izin ke PPKGBK, sehingga menyalahgunakan kewenangan,” ujar Saor.  

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button