News

Indonesia Gagal Sistemik? BPJS Watch: Belum Ada Indikator Jelas

Anggota BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan Indonesia belum bisa dipastikan masuk ke dalam negara yang gagal sistemik seperti yang dinyatakan oleh UN Chief, António Guterres dalam videonya kerena belum ada indikator yang jelas. Guterres menyebut bahwa sebanyak 3,3 miliar orang tinggal di negara yang membelanjakan lebih banyak pembayaran bunga utang dibanding anggaran untuk kesehatan dan pendidikannya.

“Menurut saya kalau gagal sistemik itu ada indikatornya apa karena terus terang ini berkaitan juga bahwa kita bisa mengatasi pandemi dan sebagainya,” kata Timboel saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Senin (17/7/2023).

Timboel menjelaskan memang ada beberapa indikator yang hingga saat ini masih belum tercapai, seperti kematian ibu dan anak, stunting hingga penyakit-penyakit menular maupun penyakit gaya hidup seperti stroke dan lainnya. Akan tetapi, hal ini juga diiringi dengan perkembangan pendapatan negara dari low menjadi upper atau menengah.

“Artinya, kalau dibilang gagal sistemik itu harus diuji dulu berdasarkan indikator-indikator,” ungkap Timboel.

Ia juga menilai indikator tersebut dapat dikaitkan dengan sistem alokasi anggaran, bagaimana secara strategis mampu mencapai menekan laju pertumbuhan masalah kesehatan. Timboel menyebutkan dari sata BPJS Kesehatan setiap tahunnya pembiayaan terus mengalami peningkatan.

“Tahun 2022 Rp12 triliunan yang dialokasikan dengan 15 juta kasus jantung. Itu masih jantung, belum stroke, belum ginjal belum kanker,” ujar Timboel.

Sejalan dengan ini, ia kemudian mengkritisi soal peraturan yang menghapus pendanaan kesehatan atau mandatory spending sebanyak lima persen dari APBN dan 10 persen dari APBD menjadi tidak disebutkan. Timboel menyatakan kalau dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pemerintah dahulu mewajibkan penganggaran tersebut di luar gaji untuk kesehatan dan pihaknya juga terus mendorong agar anggaran tersebut semakin naik.

“Ternyata mandatory spending kesehatan dihapus,” tuturnya.

Diketahui, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan menyebut Indonesia masuk sebagai negara gagal sistemik lantaran bunga pinjamannya lebih besar dibanding dengan anggaran kesehatannya. Berdasarkan APBN 2022, biaya kesehatan yang dianggarkan senilai Rp176,7 triliun sedangkan bunga pinjamannya sebesar Rp386,3 triliun.

“UN Chief, António Guterres mengatakan, negara yang membayar bunga pinjaman lebih besar dari anggaran kesehatan atau pendidikan, masuk kategori negara gagal sistemik,” kata Anthony dalam akun Twitter pibadinya, @AnthonyBudiawan, dikutip di Jakarta, Senin (17/7/2023).

Pernyataan tersebut ia lontarkan menanggapi pernyataan UN Chief yang mengatakan sebanyak 3,3 miliar orang tinggal di negara yang menganggarkan lebih banyak untuk pembayaran bunga utang ketimbang dialokasikan untuk pendidikan dan kesehatan.

“3,3 billion people live in countries that spend more on debt interest payments than on education or health. This is more than a systemic risk – it’s a systemic failure. Action will not be easy. But it is essential, and urgent. (3,3 miliar orang tinggal di negara-negara yang membelanjakan lebih banyak untuk pembayaran bunga utang daripada untuk pendidikan atau kesehatan. Ini lebih dari sekadar risiko sistemik – ini adalah kegagalan sistemik. Tindakan tidak akan mudah. Tapi ini penting, dan mendesak),” kata Guterres dalam video yang beredar di sosial media.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button