News

Pemilih Muda Gampang Berubah Pilihan, Perlu Strategi Khusus untuk Menggaet di Pemilu 2024

Pakar politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati menilai peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024 memerlukan strategi khusus menggaet suara pemilih muda, khususnya generasi milenial dan generasi Z karena mereka mudah berubah dalam menentukan pilihan.

“Mereka gampang sekali berubah pilihannya, bahkan sampai hari pemungutan suara. Tidak seperti generasi sebelumnya yang tingkat keajekan dalam memilih lebih tinggi,” kata Mada dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat (1/12/2023).

Menurut Mada, seluruh pasangan kandidat perlu memberikan perhatian khusus terhadap dua generasi itu sebab jumlah mereka cukup besar dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024.

Berdasarkan data KPU RI, jumlah pemilih generasi milenial mencapai 66.822.389 atau 33,60 persen, sedangkan generasi Z sebanyak 46.800.161 pemilih atau 22,85 persen dari total DPT Pemilu 2024.

Sementara itu, mengacu hasil survei Center for Strategic and International Studies (CSIS), sebanyak 51 persen dari pemilih muda tersebut memiliki karakter moody atau mudah berubah.

Oleh karena itu, kata dia, manakala salah pasangan calon presiden dan wakil presiden saat ini memiliki tingkat elektabilitas tinggi dari kalangan generasi itu, jangan terburu berpuas diri.

Sebaliknya, jika saat ini tingkat elektabilitas dari generasi itu masih rendah, menurut dia, tidak perlu berkecil hati.

“Mereka bisa juga menentukan pilihan di luar dugaan kita, bahkan mungkin bisa jadi mereka akan tetap kesulitan menentukan pilihannya sampai pada hari pemungutan suara,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM itu.

Meski selera pilihan mereka masih sulit diidentifikasi, menurut Mada, secara umum dua generasi itu cenderung suka dengan konten-konten politik yang ringan.

Dengan demikian, mereka memiliki cara yang berbeda dalam memahami profil peserta Pilpres 2024 jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

“Mereka suka yang ringan-ringan karena informasi yang masuk melalui gatget mereka sudah banyak,” kata dia.

Dengan perkembangan teknologi digital, Mada menilai pemilih muda dari dua generasi itu tidak mudah dipengaruhi atau sangat independen dalam menentukan pilihan.

“Oleh karena itu, jika KPU ingin meningkatkan partisipasi dari pemilih yang moody ini, perlu pendekatan dengan memahami karakter mereka,” ujar Mada.

Mada mengakui studi tentang perilaku memilih kelompok muda milenial dan Gen Z masih perlu terus dikembangkan mengingat Pemilu 2024 adalah kali pertama dua generasi itu mendominasi DPT.

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button