News

Rugikan Negara Rp 46 Miliar, KPK Tetapkan Mantan Dirut PT Amarta Karya Tersangka

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan mantan Direktur Utama PT Amarta Karya (AK), Catur Prabowo (CP) dan mantan Direktur Keuangan PT AK, Trisna Sutisna (TS) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan subkontraktor fiktif di PT Amarta Karya (AK) persero tahun 2018-2020.

“Ditemukan adanya kecukupan alat bukti untuk dinaikkan pada tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan dua pihak sebagai tersangka,” kata Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, saat jumpa pers di Gedung Juang KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (11/5/2023).

Ia menguraikan, kasus tersebut berawal pada tahun 2017. Saat itu tersangka TS menerima perintah dari Catur Prabowo (CP) yang kala itu masih menjabat Direktur Utama PT Amarta Karya. Catur meminta  Trisna dan pejabat di bagian akuntansi PT Amarta Karya untuk mempersiapkan sejumlah uang yang diperuntukkan kebutuhan pribadinya dengan sumber dana yang berasal dari pembayaran berbagai proyek yang dikerjakan PT Amarta Karya.

“Untuk merealisasikan perintah tersebut, nantinya sumber uang diambil dari pembayaran berbagai proyek yang dikerjakan PT AK Persero,” jelas Tanak.

Kemudian, Catur bersama dengan beberapa staf di PT AK Persero kemudian mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV yang digunakan menerima pembayaran subkontraktor dari PT AK Persero tanpa melakukan pekerjaan subkontraktor yang sebenarnya (fiktif).

Diduga ada sekitar 60 proyek pengadaan PT AK Persero yang ‘dimainkan’ Catur dan Trisna. Diantaranya yakni, pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun pulo jahe, Jakarta Timur, pengadaan jasa konstruksi pembangunan gedung olahraga Univesitas Negeri Jakarta dan pembangunan laboratorium Bio Safety Level 3 Universitas Padjajaran. Keuntungan dari proyek fiktif itu, digunakan untuk kepentingan pribadi.

“Membayar tagihan kartu kredit, pembelian emas, perjalanan pribadi ke luar negeri, pembayaran member golf dan juga pemberian ke beberapa pihak terkait lainnya,” jelas Tanak.

Akibat perbuatan keduanya, diduga negara mengalami kerugian sebesar Rp46 Miliar.

Atas perbuatannya Tersangka, disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button