News

Presiden Berhak Berpolitik Tapi Tak Boleh Berkampanye, Ini Alasannya


Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menyatakan bahwa memang secara individu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berhak berpolitik, tetapi sebaiknya hal itu tidak diungkap ke publik. Sebab pada hakikatnya presiden tidak boleh berkampanye dalam pemilu.

“Bedakan antara berpolitik dengan berkampanye, karena kalau berpolitik semua orang memang punya hak politik itu dalam konstitusi, tapi kampanye itu lain soal, harus ikut aturan main yang ada,” jelas Bivitri dalam diskusi bertajuk ‘Pemilu Curang Menyoal Netralitas Presiden hingga Laporan Kemhan ke Bawaslu’ di Sadjoe Cafe, Jakarta Selatan, Kamis (25/1/2024).

Aturan main yang ia maksud, tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 299 tentang Pemilu, menyebutkan bahwa presiden dan wakil presiden mempunyai hak untuk melaksanakan kampanye.

“Tapi, catatan saya dua. Pertama, tolong kalau baca pasal utuh, jangan cuma satu ayat. Dan kemudian yang kedua, lihat ke atasnya dan lihat kontruksi UU-nya,” ujarnya.

“Pasal 299 itu sebenarnya gunanya, dulu dibuatnya itu untuk presiden yang petahana mau kampanye,” sambungnya.

Hal ini berlaku ketika SBY pada 2009 lalu maju sebagai capres kemudian berkampanye, maka dapat menggunakan Pasal 299 ini. Sedangkan pada konteks Presiden Jokowi hari ini, dia sudah tidak boleh maju lagi sehingga tak bisa mengikuti aturan ini.

“Atau kalau dia membela partai, ikut serta dalam sebuah kampanye, yang kemudian ketentuan berikutnya ada pada pasal di atasnya 280, 281, 282, gitu tapi dia secara hak dia berhak ikut, kalau dia mendukung parpolnya,” ucap dia.

“Pertanyaannya, baik Gibran maupun Prabowo dari parpol politiknya Pak Jokowi sekarang atau bukan? Bukan,” lanjutnya.

Oleh karena itu, Jokowi tidak bisa berlindung di balik Pasal 299 saja, melainkan harus pula mengacu pada beberapa pasal, seperti bagaimana aturan pejabat negara ketika berkampanye yang ada dalam Pasal 281-283.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button