News

LaNyalla Minta Jokowi Keluarkan Dekrit, Pelanggaran Konstitusi

lanyalla-minta-jokowi-keluarkan-dekrit,-pelanggaran-konstitusi

Pernyataan Ketua DPD LaNyalla Mattalitti yang mendorong Presiden Jokowi menerbitkan penetapan/maklumat (dekrit) untuk selanjutnya mengembalikan UUD 1945 kembali pada naskah asli, dengan maksud meniadakan sistem pemilu langsung dan presiden menjadi mandataris MPR dianggap konstitusional. Alasannya, sejak reformasi dekrit tidak dikenal lagi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Pengamat hukum tata negara dari Universitas Andalas, Padang, Sumbar, Feri Amsari mengatakan, mendorong Jokowi menerbitkan dekrit untuk mengembalikan UUD 1945 kembali pada naskah asli sama saja membawa bangsa ini mundur (setback). Dia malah mempertanyakan LaNyalla apakah memahami konsekuensi yang terjadi apabila Jokowi menerbitkan dekrit.

“Model dekrit dalam ketatanegaraan kita sudah tidak ada lagi semenjak reformasi konstitusi,” kata Feri, kepada Inilah.com, Sabtu (17/12/2022).

LaNyalla menilai pemilu langsung, yang turut mengantarnya menjadi senator terpilih hingga menjabat Ketua DPD tidak mencerminkan demokrasi Indonesia. Dia meminta Jokowi meniadakan pemilu langsung dan mengembalikan status presiden sebagai mandataris MPR. Caranya melalui dekrit yang nantinya ditindaklanjuti dengan perubahan (adendum) yang membutuhkan waktu dua hingga tiga tahun. (Baca: Inilah Transkrip Pernyataan Kontroversial LaNyalla Soal Dekrit).

Selama dua hingga tiga tahun proses adendum mengembalikan UUD 1945 pada naskah asli, Presiden Jokowi boleh terus memimpin agar tidak terjadi kekosongan. LaNyalla memandang langkah ini menjadi konsekuensi daripada rakyat harus menanggung waktu lima tahun kepemimpinan hasil pemilu langsung yang menurutnya tidak sehat. (Baca: Minta Jokowi Keluarkan Dekrit, LaNyalla: Kembalikan Pemilihan Presiden ke MPR).

Dalam perjalanan bangsa ini, sedikitnya dua presiden pernah mengeluarkan dekrit yakni Presiden Soekarno dan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Bung Karno menerbitkan dekrit pada 1959 yang pada salah satu poinnya membubarkan konstituante. Dekrit Bung Karno mengembalikan UUD 1945 pada naskah asli sekaligus mengakhiri periode demokrasi liberal di Indonesia. Sistem pemerintahan parlementer berakhir menjadi presidensial, demokrasi terpimpin pun berlangsung hingga Bung Besar lengser tahun 1965.

Banyak kalangan meyakini langkah Bung Karno menerbitkan dekrit merupakan pelanggaran konstitusi dan dianggap sebagai kecelakaan sejarah. Sedangkan pihak lain menganggap langkah tersebut tepat karena negara dianggap berada dalam keadaan darurat lantaran konstituante gagal menyusun UUD 1945.

Presiden Gus Dur menerbitkan dekrit pada 2002 yang salah satu isinya membekukan DPR. Langkah Gus Dur gagal lantaran dimakzulkan (impeachment) oleh DPR. Kini Presiden Jokowi didorong oleh Ketua DPD untuk menerbitkan dekrit untuk menghapus sistem pemilu langsung yang merupakan wujud aspirasi rakyat pada 1998, dan memaksa UUD 1945 kembali pada naskah asli yang artinya lembaga seperti DPD, Komisi Yudisial, Mahkamah Konstitusi harus bubar lantaran tidak tercantum pada naskah asli.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button