News

Mandatory Spending Dihapus, Ini Jawaban Kemenkes

Pemerintah dan DPR resmi menghapus program mandatory spending atau anggaran wajib minimal dalam revisi undang-undang baru ini lantaran hasil atau outcome yang dikeluarkan tidak mengalami perkembangan dan cenderung stagnan.

“Tapi kenapa outcome-nya stuck, berada di posisi yang tidak maju gitu,” kata dr. Yuli Farianti, Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan (Pusjak PDK) dalam podcast Kemenkes “Hilangnya Mandatory Spending, Mengecilkan Anggaran Kesehatan?” Senin (17/7/2023).

Yuli membeberkan salah satu alasannya adalah karena anggaran yang diberikan tidak dialokasikan secara maksimal. Tempat pelayanan tersebut bergantung pada kapabilitas sumber daya manusianya serta penyesuaian dalam rangka perencanaan penganggaran. Jika anggaran tersebut tidak sesuai dengan perencanaan, maka akan menghasilkan outcome yang minim.

“Artinya adalah piramidanya ada di atas, dikasih uang banyak hasilnya itu cuma sedikit,” ungkapnya.

Anggaran yang telah diberikan dari APBN senilai lima persen dan 10 persen dari APBD dimasukan ke dalam tagging belanja kesehatan yang kemudian dikelompokkan berdasarkan pemanfaatannya. Selanjutnya pemanfaatan tersebut dirinci telah digunakan untuk apa saja.

“Bahkan di puskesmas ada anggaran yang digunakan untuk membuat pagar dan lain-lain,” ujarnya.

Menurut Yuli, pihaknya saat ini tengah mengoreksi penggunaan mandatory spending yang belum efektif. Untuk itu perlu ada inovasi dan terobosan untuk menyesuaikan performance based dengan penganggaran berbasis kinerja.

“Sehingga nanti kita ke depan akan mengoreksi bahwa kita akan susun rencananya dulu yang disebut Rencana Induk Kesehatan,” jelasnya.

Diketahui, mandatory spending adalah belanja atau pengeluaran negara yang sudah diatur oleh undang-undang. Tujuannya adalah untuk mengurangi masalah ketimpangan sosial dan ekonomi daerah.

Mandatory spending di bidang kesehatan diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 171 ayat (1) dan ayat (2). Dalam pasal tersebut, tertera kewajiban penganggaran kesehatan minimal 5 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta 10 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button