News

Mardani H Maming Diputus Bui 10 Tahun, Petinggi PBNU Perlu Introspeksi

Pasca putusan 10 tahun penjara untuk eks Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming yang juga Bendahara Umum (Bendum) nonaktif PBNU, harus menjadi pelajaran bagi warga Nadhliyin. Sistem rekrutmen jangan kebobolan lagi di masa depan.

Wakil Ketua PWNU Jawa Timur, KH Abdussalam Shohib Bisri mengajak seluruh pihak untuk menghormati proses hukum, atas vonis 10 tahun penjara kepada Mardani H Maming, yang saat ini masih menjabat Bendum nonaktif PBNU. “Terkait vonis tentu kita semua harus menghormati proses hukum yang berlaku,” kata Gus Salam, panggilan akrabnya, Sabtu (11/2/2023).

Terkait posisi Mardani H Maming yang masih menjabat Bendum nonaktif PBNU, Gus Salam menyerahkan sepenuhnya kepada Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf. “Terkait posisi sebagai Bendum PBNU nonaktif, kami percayakan ke Ketum PBNU sesuai dengan Perkum (Peraturan Perkumpulan NU) yang ada,” tambah Gus Salam.

Menurut Gus Salam, vonis bersalah terhadap Mardani telah menjadi pelajaran mahal bagi warga Nahdliyin. “Memang penting bagi jamiyyah NU di semua level, dalam rekrutmen pengurus untuk memperhatikan banyak aspek. Khususnya menyangkut integritas, komitmen dan kapabilitas, agar jalannya organisasi bisa berlangsung dengan kondusif, nyaman dan fokus dalam berkhidmah kepada ummat dengan penuh keikhlasan,” paparnya.

Tepis Kriminalisasi

Mengingatkan saja, Mardani H Maming yang kesandung kasus korupsi izin usaha pertambangan (IUP) Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, divonis bui 10 tahun, oleh majelis hakim Tipikor di PN Banjarmasin, Jumat (10/2/2023).

Putusan 10 tahun penjara hampir sama dengan tuntutan jaksa KPK, yakni penjara 10 tahun 6 bulan, karena didakwa menerima hadiah atau imbalan berupa uang Rp118 miliar.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Mardani H Maming oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan,” kata hakim Tipikor di PN Banjarmasin.

Tak hanya itu, hakim juga mewajibkan manytan Ketum HIPMI itu, membayar uang pengganti Rp 110 miliar. “Menghukum terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 110.604.731.752 (Rp 110 miliar),” kata hakim.

Jika Mardani H Maming tidak membayar uang pengganti selama satu bulan, maka jaksa akan menyita asetnya. Jika hartanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka akan diganti dengan kurungan pidana 2 tahun.

Sementara itu, KPK melalui Kabag Pemberitaan, Ali Fikri, mengapresiasi vonis hakim Tipikor karena menjadi bukti bahwa kerja KPK sesuai prosedur dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka. “Putusan tersebut menegaskan bahwa apa yang KPK lakukan dalam proses penegakan hukum tipikor pada perkara ini telah sesuai mekanisme dan prosedur hukum,” kata Ali kepada wartawan, Jumat (10/2/2023).

Ali menegaskan bahwa vonis 10 tahun penjara kepada Mardani H Maming juga menepis tudingan tentang adanya kriminalisasi saat Mardani H Maming, pertama kali ditetapkan sebagai tersangka korupsi.

“Sehingga tuduhan oleh pihak tertentu terhadap KPK dengan narasi KPK telah mengkriminalisasi dan politis dalam setiap penyelesaian perkara hanyalah persepsi subjektif yang dibangunnya semata, tanpa alas hukum yang dimilikinya,” tandas Ali.

Saat diberi kesempatan menanggapi vonis 10 tahun, Mardani H Maming tak terima. Dia mengaku telah difitnah.

“Terima kasih, Yang Mulia. Apa yang disampaikan Yang Mulia yang mana dianggap korupsi itu adalah pendapatan perusahaan yang dijadikan sebagai alat korupsi. Saya merasa itu tidak benar dan itu semuanya menjadi fitnah kepada diri saya,” kata Mardani H Maming yang mengikuti sidang pembacaan vonis secara virtual dari Gedung KPK Jakarta Selatan.

Dia pun meminta waktu tujuh hari untuk memutuskan, apakah akan banding atau menerima vonis tersebut. Dalam hal ini, Ketua DPD PDI Perjuangan Kalsel itu, akan berkonsultasi terlebih dulu dengan kuasa hukumnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button