Market

Pak Jokowi, Inflasi BBM Bisa Bikin Indonesia ‘Lost Generation’

Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dipastikan bakal menambah jumlah penduduk miskin. Padahal kemiskinan merupakan akar masalah dari stunting di mana anak gagal tumbuh. ‘Lost generation’ pun menjadi ancaman nyata.

“Akar masalah stunting adalah kemiskinan. Rakyat tidak bisa memenuhi kebutuhan minimum nutrisi. Maka itu, solusinya adalah meningkatkan kesejahteraan dan kemampuan ekonomi rakyat,” kata Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) di Jakarta, baru-baru ini.

Menurut dia, masalah stunting justru menunjukkan gagalnya upaya pengentasan kemiskinan yang dilakukan pemeritah sampai saat ini. Padahal, sebelumnya, Presiden Joko Widodo kembali meneguhkan komitmennya dalam percepatan penurunan stunting di Indonesia.

Anthony juga melontarkan kritik keras kepada mantan Presiden Megawati yang berpesan kepada ibu-ibu di Kabupaten Lebak untuk memasak menu makanan dari hasil perkebunan sendiri guna mengendalikan masalah stunting. Pesan itu disampaikan Bellia Febrianti, salah satu istri anggota DPR pada sosialisasi pencegahan stunting di Desa Asem Margaluyu, Kabupaten Lebak, baru-baru ini.

Dia mempertanyakan, apakah Megawati sedang menyindir di mana negara telah gagal mengatasi masalah stunting. Itu artinya Mega meminta rakyat mencari solusi sendiri.

“Lalu, negara ngapain? Megawati harusnya minta pemerintah berupaya lebih keras mengatasi masalah stunting, karena ini merupakan kewajiban negara,” ucap Anthony tandas.

Data Hasil Status Gizi Indonesia (SSGI) Tingkat Nasional 2021 menunjukkan, stunting berada di angka prevalensi 24,4 persen. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, posisi itu ditargetkan turun menjadi 14 persen pada 2024.

Namun, target itu bisa saja tinggal target alias ‘jauh panggang dari api’ jika kebijakan pemerintah justru kontraproduktif dengan upaya pengentasan kemiskinan. Salah satunya adalah kenaikan harga BBM bersubsidi (Pertalite dan Solar) yang diumumkan Jokowi pada 3 September 2022.

Kenaikan harga tersebut secara langsung akan meningkatkan inflasi, seperti yang ditakutkan banyak pihak. Inflasi jelas menggerus daya beli masyarakat dan dengan sendirinya orang miskin menjadi semakin miskin. Boro-boro mampu belanja makanan bernutrisi tinggi, untuk dapat bertahan hidup saja warga miskin belum aman.

Berkaca pada kenaikan harga BBM bersubsidi pada 2014, kemiskinan bertambah mendekati 1 juta orang. Angka ini terekam oleh Badan Pusat Statistik atau BPS di tahun berikutnya, Maret 2015. Saat itu, jumlah penduduk miskin sebanyak 28,59 juta orang atau bertambah 860 ribu orang dibandingkan September 2014.

Melihat korelasi tersebut, bukan tidak mungkin kenaikan harga BBM Pertalite di 2022 akan menambah jumlah penduduk miskin hingga 1 juta orang.

Pada 2014, kenaikan harga Premium sebesar Rp2000 dari Rp6.500 ke Rp8.500 dan solar dari Rp5.500 menjadi Rp7.500. Bandingkan dengan kenaikan BBM bersubsidi 2022 sebesar Rp2.350 dari Rp7.650 (Pertalite) menjadi Rp10 ribu. Begitu juga dengan harga solar yang naik Rp1.650 dari Rp5.150 menjadi Rp6.800.

Berdasarkan catatan Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia melalu Instagram @core_indonesia, kenaikan harga BBM bersubsidi 2014 berakibat pada kenaikan inflasi transportasi yang menjadi first round effect sebesar 4,29% pada bulan kenaikan harga BBM (mtm). Sementara inflasi transportasi pada bulan setelahnya mencapai 5,55% (mtm).

Inflasi transportas itu memicu kenaikan harga bahan makanan yang menjadi second round effect kenaikan harga BBM sebesar 2,15% dan 0,71% untuk makanan jadi di bulan yang sama (saat harga BBM dinaikkan). Sementara bulan setelahnya, inflasi bahan makanan naik jadi 3,22% dan makanan jadi naik 1,96%.

Alih-alih pemerintah mendongkrak daya beli masyarakat miskin yang baru berangsur pulih dari pandemi COVID-19, daya beli mereka malah tergerus oleh inflasi.

Lantaran pandemi COVID-19, ambang batas garis kemiskinan pada Maret 2022 meningkat sebesar 4,0% menjadi Rp505.469 (income per kapita per bulan) dari sebelumnya Rp486.168 pada September 2021.

BPS melaporkan, persentase penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 9,54 persen. Angka ini hanya menurun tipis 0,17 persen terhadap September 2021 dan menurun 0,60 persen terhadap Maret 2021. Dengan persentase tersebut, jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebanyak 26,16 juta orang.

Lalu, sebagai konpensasi kenaikan harga BBM, pemerintah menambah anggaran bantuan sosial (bansos) sebesar Rp24,17 triliun. Salah satu bansos yang akan disalurkan yaitu bantuan langsung tunai (BLT) Rp600.000 yang akan disalurkan kepada 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM).

Katakanlah angka tersebut tersalur dengan tepat sasaran. Namun, itu hanya diberikan dalam empat bulan. Bagaimana dengan nasib orang-orang miskin setelah itu. Terus, bagaimana juga dengan nasib 6 jutaan rakyat miskin lainnya yang tak mendapatkan bantalan sosial tersebut.

Padahal, dengan bantuan tersebut, pendapatan orang miskin hanya mampu membuat mereka bertahan hidup. Itu bukan untuk belanja bahan makanan dalam rangka menambah gizi dan nutrisi pada makanan mereka.

Tahun lalu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menjelaskan, kunci untuk menurunkan stunting adalah penanganan kemiskinan. Menurutnya, kemiskinan merupakan salah satu penyebab ibu dan anak tak memeroleh gizi yang cukup.

“Memang tidak semua orang miskin anaknya stunting. Tapi sebagian besar stunting itu diakibatkan karena kemiskinan. Dan karena itu kemiskinan itu yang harus ditangani,” timpal Menko PMK di Bantaeng, Sulawesi Selatan.

Alhasil, masalah stunting masih belum terjamah penyelesaiannya selama banyak orang yang hidup di dan di bawah garis kemiskinan. Anak-anak stunting pun tetap akan mengalami kesulitan dalam belajar dan bekerja saat mereka dewasa.

Stunting bukan sekadar masalah anak gagal tumbuh, sehingga pendek dan sangat pendek. Lebih dari itu, stunting bisa membuat bangsa Indonesia kehilangan generasi alias lost generation di masa depan.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button