News

PB IDI Berharap RUU Kesehatan Tak Cabut UU Profesi

Wakil Ketua Umum (Waketum) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Slamet Budiarto menegasan bahwa dirinya akan menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang kesehatan, yang saat ini telah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023 di Badan Legislasi (Baleg) DPR.

“Kami sepakat untuk menolak Omnibus Law (tentang) kesehatan, karena kami bertugas menjamin tenaga kesehatan. (Baik dokter, perawat, dan bidan) dalam melayani masyarakat, itu adalah sesuai dengan persyaratan, baik persyaratan etik maupun persyaratan kompetensi,” terang Slamet di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.

Ia khawatir bahwa RUU ini akan mengubah semua yang sudah dijalankan oleh masyarakat, belum lagi dengan akan adanya pencabutan beberapa UU yang berkaitan dengan profesi.

“Bagaimana jika ini diubah semua, maka akan sangat membahayakan masyarakat, dan masyarakat akan terkena dampaknya, apalagi pencabutan UU praktik kedokteran, UU praktik keperawatan, maupun UU kebidanan,” tegasnya.

“Itu menyalahi aturan dunia, karena di setiap negara ada, kenapa harus dicabut. Jadi sekali lagi kami akan menolak jika tujuannya untuk tadi dan kami berharap Omnibus Law ini tidak mencabut UU tentang keprofesian,” lanjutnya.

Ia juga menyinggung bahwa seharusnya yang diatur dalam UU, lebih kepada sistem yang promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, hingga sumber daya manusia maupun logistiknya saja.

“Tdak sampai ke hal-hal teknis, karena hal teknis itu sudah ada di peraturan yang lainnya. Dalam waktu singkat kemudian membuat peraturan ini maka akan mengulang kesalahan yang lalu,” ujar Slamet.

Kesalahan yang lalu, yang ia maksud adalah terkait dengan pengesahan UU Cipta Kerja yang ia nilai juga mengalami kondisi yang sama. Sehingga tentu akan menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.

“Intinya satu lah, intinya bahwa kami organisasi profesi ingin melindungi masyarakat dan pemerintah. Kalay mempermasalahkan ada satu dua masalah birokrasi, itu ada di peraturan menteri bukan di UU,” pungkasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button