Market

Pensiun Dini PLTU Batubara, Menteri Arifin Sebut Batas Akhir 35 Tahun Lagi

Terkait rencana pensiun dini Pembangkit Listrik tenaga Uap (PLTU) batubara, ternyata waktunya masih lama. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menyebut batas akhirnya 2058. Atau 2 tahun sebelum Indonesia ditargetkan mencapai emisi karbon nol.

“Setelah tahun 2030, PLTU batu bara tidak akan lagi dikembangkan, pembangkit tambahan setelah tahun 2030 akan berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT). PLTU batu bara terakhir akan berakhir pada 2058,” kata Menteri Arifin dalam Indonesia Energy Transition Dialogue 2023 yang digelar secara daring di Jakarta, Senin (18/9/2023).

Untuk memenuhi kebutuhan listrik yang diperkirakan mencapai 1.942 terawatt per hour (twh) pada 2060, kata dia, Indonesia harus membangun pembangkit listrik dari EBT berkapasitas 700 gigawatt (gw).

Pada 2030, lanjutnya, pembangunan solar tv ditingkatkan secara besar-besaran, sumber energi panas bumi dimaksimalkan hingga 22 gw. Selanjutnya pada 2039, energi nuklir akan dikomersialisasi sebagai sumber energi listrik. Kapasitas akan ditingkatkan hingga lebih dari 30 gw pada 2060.

“PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) Pump Storage akan dikembangkan pada 2025, sedangkan sistem penyimpanan energi baterai akan dibangun secara besar-besaran pada 2034,” jelas Menteri Arifin.

Saat ini, lanjutnya, pemerintah menyiapkan dana untuk mengurangi risiko tinggi pengembangan sumber listrik energi panas bumi di 20 wilayah kerja yang berpotensi menghasilkan 6.783 megawatt listrik.

Menurutnya, listrik dari sumber yang lebih ramah lingkungan akan memenuhi permintaan masyarakat dari program elektrifikasi pemerintah, seperti penggunaan kendaraan listrik dan kompor listrik yang dilengkapi dengan pembangunan stasiun pengisian daya.

Program-program itu diharapkan dapat mengurangi ketergantungan masyarakat pada energi fosil yang tidak ramah lingkungan.

Hanya saja, dalam melakukan transisi energi, Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan, antara lain terkait ketersediaan teknologi, praktik teknologi yang masih perlu terus diperbaiki, ketersediaan infrastruktur pendukung, serta pendanaan yang terbatas.

Indonesia bekerja sama dengan Just Energi Transition Partnership (JETP) untuk mengupayakan percepatan transisi energi yang berkeadilan, khususnya di sektor pembangkit listrik. “Namun, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan sehingga kami berharap dapat terus berkolaborasi dengan negara lain,” kata Arifin.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button