News

Pernyataan Megawati Tak Beretika, Pakar: Jokowi Mesti Tegur

Pidato Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang menyinggung soal ibu-ibu yang gemar ke pengajian bisa menelantarkan anak, menuai polemik. Pengamat hukum pidana Universitas Islam Indonesia, Muzakir menilai sebagai kepala negara, semestinya Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan.

Menurutnya Jokowi jangan ragu untuk menegur, mengingat kapasitas dan posisinya sebagai kepala negara. Muzakir menyatakan apa yang dilontarkan oleh putri proklamator Bung Karno itu tidak bertentangan dengan kode etik dan etika bernegara.

“Dalam konteks bernegara seharusnya tidak layak diucapkan kata-kata seperti itu. Yang diucapkan melanggar kode etik dan etika bernegara sebagai pejabat negara. Jokowi mestinya menegur sebagai kepala negara,” tegas Muzakir saat dihubungi inilah.com di Jakarta, Kamis malam (23/2/2023).

Lebih jauh ia mengatakan, seharusnya Megawati malu karena sebagai Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan ketua lembaga riset nasional BRIN, ucapannya justru menodai Pancasila.

Muzakir menjelaskan, hal itu tidak sesuai dengan nilai-nilai pancasila dan pelaksanaan Undang-undang Dasar pasal 49 ayat 1 yang berbunyi “Barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana.”

“Kalau anda sebagai pimpinan BPIP, BRIN , pimpinan Parpol tidak layak, tindakan itu kontra terhadap penegakan nilai-nilai pancasila dan pelaksanan UUD pasal 49 ayat 1, itu tidak elok dan tidak layak seharusnya mereka tegur itu,” tegas dia

Diketahui, Koalisi Pegiat HAM Yogyakarta laporkan Ketua Dewan Pengarah BRIN dan BPIP, tersebut ke Komnas Perempuan. Laporan tersebut dikirimkan oleh Pegiat HAM Yogyakarta melalui Kantor Pos Besar Kota Yogyakarta pada Rabu (22/2/2023).

Megawati dinilai telah melakukan pelabelan negatif terhadap ibu-ibu yang mengikuti pengajian, dan dianggap tidak dapat mengatur rumah tangga dan menelantarkan anak. “Kami tidak mau ikut melabeli, menghakimi, kami menduga pernyataan itu bentuk ketidakadilan gender,” kata Koordinator Koalisi Pegiat HAM Yogyakarta, Tri Wahyu di Kantor Pos Besar, Kota Yogyakarta, Rabu (22/2/2023).

Ia menambahkan, tidak ada satu pun institusi baik itu di level dinas kabupaten atau kota hingga kementerian, atau BRIN, serta BPIP yang menyampaikan data ibu-ibu pengajian tak mampu memanajemen rumah tangga hingga menelantarkan anak.

Bahkan menurut dia, pengajian dapat dijadikan sarana untuk sosialisasi kepada ibu-ibu terkait dengan stunting. “Kami temukan di Sulawesi Selatan ada penyuluh di tema pengajian ibu-ibu itu penanganan stunting,” ungkapnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button