News

Populasi Dominan Generasi Muda, Masa Emas Indonesia di Pundak Mereka

Jumat, 28 Okt 2022 – 22:30 WIB

Milenial Jakarta - inilah.com

Generasi muda yang tergabung dalam Kata Rakyat, JPPR, dan Milenial Jakarta, Kamis (6/10/2022) menggelar diskusi tentang kriteria Pj Gubernur Jakarta. (Fotoi: Istimewa)

Tak bisa dipungkiri lagi pemuda menjadi penentu masa emas Republik yang bakal berusia 100 tahun pada 2045 mendatang. Betapa tidak, lebih dari 50 persen populasi merupakan generasi muda dengan kategori Generasi Z (lahir 1997-2012) sebanyak 27,94 persen dan 25,87 persen Generasi Milenial (1981-1996), berdasarkan hasil data BPS pada 2020 yang lalu.

Direktur The Wahid Foundation Zannuba Ariffah Chafsoh atau akrab disapa Yenny Wahid menyimpulkan, masa keemasan Indonesia tahun 2045 dapat tercapai jika memaksimalkan potensi para pemuda saat ini. Mereka merupakan motor penggerak yang menentukan arah bangsa ini ke depan. Artinya pemangku kepentingan sekarang ini harus memaksimalkan potensi yang ada.

“Masa keemasan itu dapat tercapai kalau bisa meletakkan pondasi yang benar di masyarakat. Bisa memaksimalkan kontribusi dari anak-anak muda,” kata Yenny, memberikan kuliah kebangsaan di FISIP Universitas Indonesia,  Jumat (28/10/2022).

Yenny membeberkan Indonesia memiliki 64 juta pemuda. Apabila mereka terfasilitasi dengan baik maka potensi yang dimiliki bisa tergali dan disalurkan untuk bangsa ini. Indonesia telah mencanangkan pada 2045 menjadi masa keemasan, dengan ambisi menjadi kekuatan ekonomi nomor empat terbesar dunia. Hal ini bukan tak mungkin bisa dicapai karena Indonesia memiliki banyak tenaga dalam usia produktif.

Eks koresponden media Australia The Sydney Morning Herald mengingatkan Indonesia menjadi negara beruntung karena populasinya didominasi pemuda. Penduduk yang usia produktif akan bekerja, membayar pajak dan negara pun mendapatkan penghasilan yang digunakan untuk membangun kembali fasilitas kepada masyarakat seperti jalan raya, rumah sakit, sekolah hingga bandar udara.

“Bonus demograsi Indonesia, terkadang kita kurang memahami sebagai peluang yang sangat luar biasa,” ungkapnya.

Dia juga mengingatkan saat ini manusia mengalami tiga tantangan besar atau tiga tantangan besar yang dialami masyarakat dunia yakni disrupsi dalam hal teknologi, ekologi dan emosi atau ideologi. Teknologi informasi terkait internet of things, sosial media, blockchain hingga digital currency mengubah lanskap, teknologi yang menghasilkan otomatisasi.

Dia mencontohkan dimana pekerja pabrik digantikan oleh mesin, dengan robot, industri membutuhkan efisiensi, sehingga mereka melihat teknologi merupakan solusi untuk menghemat efisiensi. Selain itu, persoalan ekologi seperti kenaikan suhu bumi, kelangkaan sumber daya dan energi, perpindahan sukarela maupun akibat perang dan konflik.

Kemudian, Ideologi dalam hal politik mayoratarianisme dan supremasi identitas, politik identitas, persebaran narasi kebencian yang dimonetisasi, diskriminasi sosial dan terorisme. Dia menegaskan sebuah negara atau komunitas terbelah, energi-nya menjadi hilang, tidak dapat membangun karena masuk dalam konflik, karena begitu banyak ongkos digunakan untuk mengatasi konflik.

“Biaya untuk mengatasi konflik begitu besar, sehingga begitu penting untuk menjaga persatuan dan kesatuan, kalau tidak kita tidak akan mendapatkan masa keemasan,” pesannya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button