Market

Program Solarisasi Sawit, Pertamina Berebut Minyak Goreng dengan Rakyat

Analis AEPI, Salamuddin Daeng menyebut, PT Pertamina (Persero) salah jalan. Proyek solarisasi sawit alias biodiesel (B20), berdampak kepada mahalnya minyak goreng. Lho?

“Pertamina sudah salah jalan, melakukan transisi energi dengan mencampur minyak sawit FAME dengan solar, atau solarisasi sawit. Alasannya sawit adalah energi terbaharukan. Bisa ditanam dan dipanen. Alhasil, minyak sawit yang harusnya untuk bahan baku minyak goreng tersedot ke Pertamina,” tutur ekonom Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) ini kepada Inilah.com, Senin (7/2/2022).

Menurutnya, program solarisasi sawit adalah biang kerok kerusakan hutan nomor wahid di Indonesia. Jadi jangan heran apabila angka deforestasi di Indonesia cukup mengkhawatirkan. Berdampak kepada tingginya emisi karbon di Indonesia.

“Padahal Presiden Jokowi adalah salah satu pimpinan COP 26 Climate Change yang pernah berjanji kepada dunia untuk menghentikan deforestasi, atau penghancuran hutan,” paparnya.

Dia menilai, keputusan pemerintah mendorong pengembangan biodiesel menggunakan minyak sawit, tak lepas dari bujuk rayu pengusaha besar di sektor sawit. Pihak Uni Eropa dan negara lainnya, gencar menolak importasi minyak sawit. Lantaran itu tadi, lahan perkebunan sawit adalah biangnya deforestasi tinggi di Indonesia. “Baru-baru ini, duta besar Eropa sangat khawatir dengan program solarisasi sawit bakal menghancurkan hutan tropis Indonesia,” tuturnya..

Masih kata Salamuddin, demi menjalankan program solarisasi sawit, Pertamina harus merogoh kocek ekstra gede. Untuk membeli minyak sawit yang harganya lumayan tinggi untuk saat ini. “Bayangkan saja, Pertamina harus membeli 9-10 juta ton minyak sawit berbentuk FAME untuk bahan baku pencampuran biodiesel. Jika Pertamina harus beli dengan harga pasar, maka dana yang dikeluarkan mencapai Rp200 triliun. Dari mana itu duitnya,” papar Salamuddin.

Selain itu, kata dia, Pertamina harus merubah atau memodifikasi kilang minyaknya. Agar bisa memasak atau mencampur minyak sawit dengan solar menjadi biodiesel. “Sebagian besar diolah di Kilang Cilacap yang pada 2021 sempat terbakar. Dan, meledak dua kali,” ungkapnya.

Masalah yang terbaru, lanjut Salamuddin, masyarakat harus menghadapi kenyataan pahit. Yakni, terbatasnya persediaan minyak goreng di pasaran. “Persaingan antara biodiesel dengan minyak goreng menjadi sulit diindari. Jangan heran kalau minyak goreng terbatas dan mahal. Hukum pasar,” ungkapnya.

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button