News

Proses Pengadaan Barang dan Jasa Menjadi Area yang Paling Rawan Korupsi 

Di antara 10 area rawan korupsi, proses pengadaan barang dan jasa (PBJ) menjadi tempat yang paling rawan praktik korupsi. Modusnya antara lain, mark up harga, suap menyuap untuk memenangkan rekanan tertentu, penyusunan spesifikasi barang yang mengarah pada merek atau rekanan tertentu, kekurangan volume pekerjaan, serta tidak termanfaatkannya barang hasil pengadaan.

“Padahal konsepsi pengadaan barang dan jasa kita itu, maksudnya adalah untuk mendapatkan hasil yang tepat. Jadi kalau lelang ya menghasilkan lelang yang tepat, dari setiap rupiah yang dianggarkan,” kata Sekretaris Jenderal Kemendagri Suhajar Diantoro saat menjadi narasumber dalam Diskusi Panel dengan topik “Pemberantasan Korupsi pada Pengadaan Barang dan Jasa Daerah” secara hybrid, Selasa (21/3/2023).

Suhajar juga mengungkapkan faktor penyebab korupsi PJB menurut survei Kompas, yaitu 73 persen untuk mencukupi kebutuhan, gaya hidup, atau untuk mendapatkan uang lebih. Kemudian 13 persen karena adanya tekanan atau ancaman dari atasan dan 7,7 persen karena keinginan atau nafsu pribadi.

“Karena itu, dampaknya adalah rendahnya kualitas barang/jasa yang dihasilkan,” terangnya.

Lebih lanjut Suhajar memaparkan upaya ke depan yang akan dilakukan Kemendagri beserta stakeholder terkait dalam menangani masalah tersebut. Upaya penanganan itu dilakukan dengan menerapkan digitalisasi penyelenggaraan pemerintahan, melakukan pemetaan potensi terjadinya korupsi pada organisasi pemerintahan, membenahi manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN), dan menciptakan sistem yang lebih baik.

“Kawan-kawan kita dukung bersama SIPD (Sistem Informasi Pemerintahan Daerah) yang di dalamnya ada informasi tentang perencanaan pembangunan daerah, tentang informasi keuangan daerah,” tuturnya.

Sementara itu, Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Hendrar Prihadi menjelaskan mengenai arahan Presiden Joko Widodo terkait pengadaan barang/jasa dengan penggunaan Produk Dalam Negeri (PDN).

Dia mengatakan, penggunaan PDN salah satunya agar terciptanya transparansi PBJ dengan instrumen digital, sehingga meminimalisasi potensi terjadinya korupsi. Selain itu, juga untuk meningkatkan porsi usaha mikro, kecil dan koperasi, mengupayakan efisiensi belanja pemerintah, serta mempercepat penyerapan anggaran pemerintah.

“Karena yang paling penting adalah tujuannya, yang pertama mewujudkan inklusi ekonomi, tidak ada perbedaan. Mau kecil, menengah, besar boleh, tapi kali ini kita berpihak pada yang kecil. Supaya yang kecil ini menjadi besar. Yang kedua, tujuannya adalah sistem pengadaan barang/jasa yang terintegrasi dan transparan,” ujarnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button