Market

Ringankan Beban Hidup Rakyat Kecil, BLT Migor Bukan Kerugian Negara

ringankan-beban-hidup-rakyat-kecil,-blt-migor-bukan-kerugian-negara

Mantan tim asistensi Kemenko Perekonomian, Rizal Malarangeng menilai, program bantuan langsung tunai (BLT) bukanlah kerugian negara, Justru bertujuan baik untuk meredam dampak ikutan dari sebuah kebijakan.

Menurut Rizal, keberadaan program BLT perlu didukung karena bertujuan mulia. Membantu mengurangi beban masyarakat kurang mampu, mengerakkan perekonomian masyarakat, mengurangi kemiskinan, dan yang paling penting adalah menjaga daya beli masyarakat. “Sehingga produk yang dihasilkan terserap dan negara bisa mendapatkan pajak dari perputaran ekonomi tersebut,” kata Rizal, Jakarta, dikutip Jumat (9/12/2022)..

“Jelas BLT bukan kerugian, tetapi merupakan keuntungan, dimana negara hadir dalam membantu masyarakat meningkatkan taraf hidupnya, mengurangi kemiskinan. Industri berjalan karena produknya terjual dan negara mendapatkan pemasukan dari pajak,” kata Rizal.

Sementara, lanjut Rizal yang sempat menjadi saksi dalam perkara dugaan korupsi CPO di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (7/12/2022), menerangkan bahwa kelangkaan minyak goreng (migor), disebabkan kebijakan harga eceran tertinggi (HET). “Problemnya, karena harga yang ditetapkan jauh di bawah biaya produksi. Sehingga pelaku usaha kesulitan untuk produksi minyak goreng, sesuai dengan harga yang ditentukan pemerintah. Karena, tidak semua produsen minyak goreng memiliki kebun sawit,” ungkapnya.

Rizal berpendapat, upaya pengendalian pasar melalui skema HET tidak cocok untuk industri migor. “Pengendalian harga tidak tepat untuk pasar migor yang ekosistemnya tidak dapat dikontrol pemerintah. Termasuk jalur distribusinya. Ini berbeda dengan BBM yang kontrol pemerintah melalui Pertamina. “Sedangkan untuk minyak goreng, pemainnya sangat beragam,” ujar Rizal.

Hal senada disampaikan Lukita Dinarsyah Tuwo, mantan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kemenko Perekonomian. Bahwa kelangkaan migor lebih disebabkan oleh auran HET yang tidak disertai dengan ekosistem memadai. “Kelangkaan tidak disebabkan oleh tindakan produsen kelapa sawit, tetapi lebih kepada penetapan kebijakan HET yang tidak disertai kelengkapan persyaratan yang memadai agar kebijakan HET bisa berjalan dengan baik,” kata Lukita.

Lukita menjelaskan, kebijakan HET bisa saja berhasil, asalkan pemerintah mempunyai lembaga seperti PT Pertamina (Persero) untuk minyak goreng.

“Buat saya bahwa kelangkaan lebih terkait kebijakan HET yang tidak dilengkapi prasyarat lainnya, antara lain keberadaan lembaga seperti Pertamina yang memproduksi dan mengontrol distribusi sampai ke tingkat konsumen sulit terlaksana dengan baik,” katanya.

Akademisi Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda mengatakan, kebijakan domestic market obligation (DMO) merupakan ranah administrasi. Sehingga jauh sekali dari kerugian negara. Begitu juga dengan BLT, tak sedikitpun mengandung unsur kerugian negara. “Sebab, jika BLT merupakan kerugian negara yang pantas dihukum adalah pihak yang menikmati dan melakukan. Yakni penerima dan pemberi BLT,” kata Chairul.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button