News

Sidang Gugatan Sistem Proporsional Terbuka Ditunda Hingga Selasa Pekan Depan

DPR meminta agar sidang uji materi (judicial review) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, yang mengharapkan terjadinya penerapan dan perubahan sistem proporsional terbuka menjadi tertutup di Pemilu 2024, dilakukan secara tatap muka.

Menanggapi itu, Mahkamah Konstitusi (MK) pun memutuskan menunda sidang uji materi terhadap sistem proporsional pemilu, yang harusnya terselenggara pada hari, Selasa (17/1/2023).

Ketua MK Anwar Usman mengaku mendapatkan surat dari DPR yang memohon agar sidang dilaksanakan secara luring atau tatap muka di ruang sidang.

“Untuk itu, pada pagi hari tadi, Mahkamah Konstitusi dalam rapat permusyawaratan hakim telah mengabulkan permohonan dari DPR untuk sidang secara luring,” kata Anwar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (17/1/2023).

Namun, lanjut dia, sidang luring tidak bisa dilakukan hari ini karena MK memberi informasi terkait perubahan sistem sidang kepada pihak lain seperti presiden, KPU, pihak terkait lainnya, dan para pemohon.”Sidang pada hari ini ditunda pada hari Selasa, tanggal 24 Januari 2023, jam 11.00 WIB,” ujar Anwar.

Dia memastikan MK akan melakukan beberapa persiapan sebelum sidang secara tatap muka digelar. Pasalnya, sidang dengan nomor perkara 114/PUU-XX/22 itu akan menjadi sidang pertama MK yang kembali menggunakan sistem tatap muka.

Diketahui, enam kader partai politik telah melayangkan gugatan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait sistem proporsional tertutup dalam perhelatan Pemilu Legislatif 2024.

Salah satu pemohon judicial review tersebut ialah Demas Brian Wicaksono yang diketahui sebagai kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Pemohon lainnya ialah Yuwono Pintadi, Farurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.

Mereka menilai sistem proporsional terbuka yang berlaku saat ini bertentangan dengan UUD 1945, yakni pasal 1 ayat 1, pasal 18 ayat 3, pasal 18 ayat 1, pasal 22E ayat 3, dan pasal 28 D ayat 1.

“Menyatakan frase ‘terbuka’ pada pasal 168 ayat 2 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar pihak pemohon sebagaimana dilansir dari website Mahkamah Konstitusi.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button