Market

OJK Kecolongan Lagi di Bank Mayapada, Jadi Ingat Gagal Bayar Jiwasraya

Dugaan adanya kick back (suap) dalam penyaluran kredit di Bank Mayapada, harus diusut tuntas. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus berani memeriksa Dato Sri Tahir, selaku pemilik bank yang diduga kecipratan dana dari Ted Sioeng, debitur Bank Mayapada.

Terkuaknya praktik penyimpangan kredit di Bank Mayapada ini, berawal dari pengusaha Ted Sioeng mendapat fasilitas kredit di Bank Mayapada sebesar Rp1,3 triliun, selama 7 tahun (2014-2021).

Dinilai tak menjalankan kewajiban, Bank Mayapada menyita aset Ted serta mempolisikannya. Selanjutnya, Ted bersama putrinya, ditetapkan sebagai tersangka.

Dalam surat yang ditujukan kepada Menkopolhukam Mahfud MD, Ted buka-bukaan. Dia menyampaikan adanya setoran untuk Dato Sri Thahir, selaku pemilik Bank Mayapada. Angkanya mencapai Rp525 miliar.

Kalau benar, praktik tak lazim terjadi di Bank Mayapada, di mana Ted adalah debitur yang tak patuh menjalankan kewajiban, namun terus diguyur kredit. Tentu saja, cukup mencurigakan. Apakah ada kaitannya dengan kick back Rp525 miliar itu? Nah, keganjilan-keganjilan ini harus dibuka OJK sampai tuntas.

Keteledoran OJK terulang lagi karena praktik kick back di Bank Mayapada terjadi selama tujuh tahun. Hal yang sama juga terjadi dalam kasus gagal bayar Jiwasraya yang terindikasi sejak 2006 hingga 2018.

Begini alur cerita gagal bayar PT Jiwasraya:

Kasus Jiswasraya terkuat pada 2018. Asuransi jiwa tertua di Indonesia itu mengalami tekanan likuiditas sehingga ekuitas perseroan tercatat negatif Rp23,92 triliun pada September 2019. Selain itu, Jiwasraya membutuhkan uang sebesar Rp32,89 triliun untuk kembali sehat.

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Agung Firman Sampurna mengungkapkan pihaknya telah melakukan investigasi pendahuluan terhadap Jiwasraya pada 2018 lalu. Dari hasil investigasi, dia menyebut permasalahan sudah terjadi sejak 2006. “Sebagaimana diketahui bahwa permasalahan Jiwasraya sebenarnya sudah terjadi sejak lama, meskipun sejak 2006 perusahaan masih membukukan laba, tapi laba tersebut sebenarnya adalah laba semu sebagai akibat dari rekayasa akuntansi atau window dressing di mana perusahaan sebenarnya sudah mengalami kerugian,” kata Agung dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (8/1/2020) kala itu.

Pada akhir tahun sebelumnya, Kejagung memeriksa dua saksi dari pihak swasta terkait kasus dugaan korupsi Asuransi Jiwa Sraya, Selasa (31/12/2019). Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiono mengungkapkan dua saksi yang diperiksa adalah Komisaris PT Hanson Internasional Benny Tjokrosaputro dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Mineral Heru Hidayat. Dua orang ini terduga membisikkan kepada manajemen PT Jiwasraya untuk berinvestasi di instrumen berisiko tinggi.

Tahun 2006: Kementerian BUMN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan ekuitas Jiwasraya tercatat negatif Rp3,29 triliun.

Tahun 2008: Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini disclaimer (tidak menyatakan pendapat) untuk laporan keuangan 2006-2007 lantaran penyajian informasi cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya. Defisit perseroan semakin lebar, yakni Rp5,7 triliun pada 2008 dan Rp6,3 triliun pada 2009.

Tahun 2010-2012: Jiwasraya melanjutkan skema reasuransi dan mencatatkan surplus sebesar Rp1,3 triliun pada akhir 2011. Namun, Kepala Biro Perasuransian, Isa Rachmatawarta kala itu menyatakan metode reasuransi merupakan penyelesaian sementara terhadap seluruh masalah. Sebab, keuntungan operasi dari reasuransi cuma mencerminkan keuntungan semu dan tidak memiliki keuntungan ekonomis. Laporan keuangan Jiwasraya 2011 disebut tidak mencerminkan angka yang wajar

Pada 2012, Bapepam-LK memberikan izin produk JS Proteksi Plan pada 18 Desember 2012. JS Proteksi Plan dipasarkan melalui kerja sama dengan bank (bancassurance). Produk ini ikut menambah sakit perseroan lantaran menawarkan bunga tinggi, yakni 9 persen hingga 13 persen.

2014: Di tengah permasalahan keuangan, Jiwasraya menggelontorkan sponsor untuk klub sepakbola asal Inggris, Manchester City.

2017: Kondisi keuangan Jiwasraya tampak membaik. Laporan keuangan Jiwasraya pada 2017 positif dengan raihan pendapatan premi dari produk JS Saving Plan mencapai Rp21 triliun. Selain itu, perseroan meraup laba Rp2,4 triliun naik 37,64 persen dari tahun 2016.

Faktanya, sepanjang 2013-2017, pendapatan premi Jiwasraya meningkat karena penjualan produk JS Saving Plan dengan periode pencairan setiap tahun.

2018: Direktur Pengawasan Asuransi OJK, Ahmad Nasrullah menerbitkan surat pengesahan cadangan premi 2016 sebesar Rp10,9 triliun.

Pada bulan yang sama, Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim dan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo dicopot. Nasabah mulai mencairkan JS Saving Plan karena mencium kebobrokan direksi lama.

Mei 2018, pemegang saham menunjuk Asmawi Syam sebagai direktur utama Jiwasraya.

Di bawah kepemimpinannya, direksi baru melaporkan terdapat kejanggalan laporan keuangan kepada Kementerian BUMN.

Indikasi kejanggalan itu betul, karena hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) PricewaterhouseCoopers (PwC) atas laporan keuangan 2017 mengoreksi laporan keuangan interim dari laba sebesar Rp2,4 triliun menjadi hanya Rp428 miliar.

Agustus 2018, Menteri BUMN Rini Soemarno mengumpulkan direksi untuk mendalami potensi gagal bayar perseroan. Ia juga meminta BPK dan BPKP untuk melakukan audit investigasi terhadap Jiwasraya.

Oktober-November 2018, masalah tekanan likuiditas Jiwasraya mulai tercium publik. Perseroan mengumumkan tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan sebesar Rp802 miliar.

Pada November, pemegang saham menunjuk Hexana Tri Sasongko sebagai Direktur Utama menggantikan Asmawi Syam.

Hexana mengungkap Jiwasraya membutuhkan dana sebesar Rp32,89 triliun untuk memenuhi rasio solvabilitas (RBC) 120 persen. Tak hanya itu, aset perusahaan tercatat hanya sebesar Rp23,26 triliun, sedangkan kewajibannya mencapai Rp50,5 triliun. Sementara itu, liabilitas dari produk JS Saving Plan yang bermasalah tercatat sebesar Rp15,75 triliun.

November 2019, Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Erick Thohir mengaku melaporkan indikasi kecurangan di Jiwasraya ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Hal itu dilakukan setelah pemerintah melihat secara rinci laporan keuangan perusahaan yang dinilai tidak transparan.

Kementerian BUMN juga mensinyalir investasi Jiwasraya banyak ditaruh di saham-saham gorengan. Hal ini yang menjadi satu dari sekian masalah gagal bayar klaim Asuransi Jiwasraya.

Selain Kejagung, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta juga menaikkan status pemeriksaan dari penyelidikan menjadi penyidikan pada kasus dugaan korupsi.

Desember 2019: Penyidikan Kejagung terhadap kasus dugaan korupsi Jiwasraya menyebut ada pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi. Jaksa Agung ST Burhanuddin bahkan mengatakan Jiwasraya banyak menempatkan 95 dana investasi pada aset-aset berisiko.

Dengan kejanggalan ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut memantau perkembangan penanganan perkara kasus dugaan korupsi di balik defisit anggaran Jiwasraya

Selain itu, Kejagung meminta Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mencekal 10 nama yang diduga bertanggung jawab atas kasus Jiwasraya, yaitu: HH, BT, AS, GLA, ERN, MZ, DW, HR, HP, dan DYA.

Pada Rabu (8/1/2020), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengumumkan pernyataan resmi terkait skandal Jiwasraya. Salah satunya, laba perseroan sejak 2006 disebut semu karena melakukan rekayasa akuntansi (window dressing). Hasil pemeriksaan BPK akan menjadi dasar bagi Kejagung mengambil putusan terhadap orang-orang yang bertanggung jawab atas kondisi Jiwasraya.

Agung menjelaskan, kerugian itu disebabkan karena Jiwasraya menjual produk saving plan dengan cost of fund yang sangat tinggi di atas bunga deposito dan obligasi. Hal itu dilakukan sejak tahun 2015. “Dana dari investasi tersebut diinvestasikan pada instrumen saham dan reksadana saham yang berkualitas rendah sehingga mengakibatkan adanya negative spread,” ujarnya. “Pada akhirnya hal ini mengakibatkan tekanan likuiditas pada Jiwasraya yang berujung pada gagal bayar.”

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button