Market

Lahan Bekas Galian Pasir di Cibulan Jadi Obat Ketergantungan Impor Kedelai

Tak selamanya bekas galian menjadi lahan tak produktif. Iwan Gunawan membuktikannya. Baginya, lahan bekas galian pasir bisa dijadikan areal untuk ditanami kedelai. Pengolahan lahan ini bisa menyejahterakan masyarakat Desa Cibulan, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Iwan, kelahiran tahun 1982, merupakan Kepala Desa Cibulan yang melakukan inovasi dengan merehabilitasi lahan bekas galian pasir di desa itu menjadi areal produktif pengembangan kacang kedelai.

Galian pasir seluas 514 hektare itu sudah beroperasi selama 20 tahun lalu itu mampu memasok kebutuhan pasir ke wilayah Jakarta untuk berbagai pembangunan, salah satunya jalan tol.

Kawasan itu sudah menjadi pusat galian pasir di Kabupaten Kuningan. Areanya lebih dari setengah wilayah Desa Cibulan seluas 867 hektare. Daerah itu tadinya lahan produktif perkebunan lalu diambil pasirnya hingga menimbulkan kerusakan lingkungan.

Setelah aktivitas galian pasir berhenti, kawasan tersebut tidak lagi produktif hingga pada tahun 2018, tepatnya 13 Februari, Pemerintah Desa Cibulan merehabilitasi lahan tersebut dan bisa  produktif kembali dengan mencanangkan program penanaman kedelai.

Agar dasar hukumnya kuat, pemerintah desa membuat Peraturan Desa Nomor 2 Tahun 2018 tentang Pengendalian dan Rehabilitasi Lahan Bekas Galian C Menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagai tindak lanjut dari peraturan daerah di Kabupaten Kuningan.

Pemerintah desa mencoba memberikan solusi dengan terobosan menanami lahan bekas galian pasir itu dengan kedelai.

“Kenapa kedelai? Karena, kedelai itu isu strategis nasional,” kata Iwan selaku pemateri bimtek bertajuk “Memboomingkan Kedelai Lokal di Jabar” pada awal Oktober 2022.

Perjuangannya bersama masyarakat mengubah lahan galian pasir agar bisa menjadi lahan produktif yang dilakukan dengan peralatan sederhana serta melibatkan semua pemangku kepentingan desa, seperti petani, PKK, Karang Taruna, dan pihak lainnya.

Harapannya, Desa Cibulan bisa memiliki potensi unggulan yang dapat dibanggakan dan mendapat perhatian dari luar daerah dengan menjadikan lahan tersebut sebagai sentra produksi kedelai.

Dengan keterbatasan lahan yang ada, warga Cibulan terus mencoba menjadikan desa ini sebagai sentra produksi kedelai di Kabupaten Kuningan, terutama di Jawa Barat.

Upaya pengembangan kacang kedelai di lahan bekas galian pasir itu terus berjalan, berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Kuningan, Pemerintah Provinsi Jabar, dan Kementerian Pertanian.

Semua tingkatan pemerintahan tersebut bergerak bersama dengan menyalurkan berbagai bantuan seperti benih, pupuk, dan peralatan pertanian, termasuk menggelar pelatihan dan bimbingan, bahkan pemerintah desa pun mengalokasikan Dana Desa untuk program tersebut.

Hasil dari menanam kedelai di daerah itu membuahkan hasil.  Pada panen pertama menghasilkan 24 ton dari luas tanam sekitar 50 hektare dengan melibatkan 35 orang, selanjutnya pada panen kedua naik menjadi 35 ton kedelai dari luas lahan 75 hektare dengan melibatkan 50 orang.

Panen ketiga hasilnya kembali naik menjadi 50 ton dari lahan 100 hektare dengan melibatkan 125 orang. Pada panen keempat tahun 2021 sebanyak 150 ton dari luas tanam 200 hektare dengan petani yang terlibat 225 orang.

Pada tahun 2021 akhir itu sudah 225 orang terlibat. Artinya, masyarakat Desa Cibulan menyadari dan mengikuti program pemerintah desa untuk memanfaatkan lahan-lahan bekas galian pasir guna ditanami kedelai.

Lahan untuk digarap menjadi kawasan tanaman kedelai masih cukup luas. Desa-desa lain yang sebelumnya terdapat kawasan galian pasir dan tidak produktif diharapkan mengubahnya menjadi areal tanaman kedelai.

Upaya kolaborasi dengan semua pemangku kepentingan untuk mengembangkan kedelai di Jabar itu, menurut Iwan, cukup memungkinkan bisa terwujud jika semuanya bisa berkomitmen dan fokus untuk pengembangan kedelai di daerahnya.

Kabupaten Kuningan yang memiliki 376 desa, jika setiap desa bisa menanam kedelai di lahan 10 hektare, maka cukup banyak kedelai yang dihasilkan. Ini bisa membantu memenuhi kebutuhan pasar sehingga tidak terlalu menggantungkan pada kedelai impor.

Peluang pengembangan tanaman pangan kedelai itu saat ini sudah mendapatkan jaminan dari pemerintah terkait harga, bahkan sudah ada yang siap membelinya sehingga petani tidak perlu khawatir kedelai hasil panen sulit dijual.

Oleh karena itu perlu lebih masif lagi budi daya kedelai karena pemerintah menjamin harganya sehingga petani tinggal mengikuti. Sukses merehabilitasi lahan bekas galian pasir itu mendapat liputan TV Aljazeera.

Sentra Kedelai

Semangat masyarakat Desa Cibulan dapat menjadi contoh daerah lain dalam pengembangan  kedelai untuk memenuhi permintaan pasar domestik yang cukup besar, khususnya untuk industri  tahu dan tempe.

Cara yang dilakukan masyarakat Desa Cibulan dalam memanfaatkan tanah tidak produktif menjadi lahan kedelai, menurut Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kuningan Ahmad Juber, merupakan upaya memuliakan tanah yang memberikan penghidupan bagi masyarakat.

Pemerintah daerah melalui kebijakan-kebijakannya akan terus mengembangkan produksi kedelai di Kuningan.

Penerapan konsepnya yakni kedelai lokal merupakan komoditas yang harus terus dikembangkan di negara ini, termasuk di Kabupaten Kuningan. Salah satunya dengan mengembangkan lahan-lahan marginal bekas galian pasir, tanah, lahan Perhutani, dan lainnya.

Upaya mengembangkan tanaman kedelai di Kuningan karena kebutuhan pasar cukup tinggi, terutama untuk kebutuhan bahan baku pengrajin tahu dan tempe, yang mencapai 4 ribu sampai 5 ribu ton per tahun.

Produksi kedelai Kuningan masih jauh untuk bisa memenuhi kebutuhan pasar. Selama ini kedelai impor menutupi kebutuhan pengrajin tahu tempe itu sebesar 90 persen, sisanya 10 persen dari kedelai lokal.

Dengan berbagai upaya, pemerintah daerah mendapat dukungan dari masyarakat, khususnya petani untuk menanam kedelai serta kerja keras dari para penyuluh.

“Ini yang menjadi tantangan kami ke depan agar lebih maksimal lagi dalam memperluas areal tanaman kedelai lokal untuk menutup kebutuhan konsumsi daerah,” katanya.

Ketua Harian DPD Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Provinsi Jabar Entang Sastraatmaja menilai Kabupaten Kuningan sudah siap tampil sebagai produsen kedelai yang bisa memberikan berkah bagi kehidupan masyarakat.

Bagi daerah yang ingin swasembada kedelai maka harus ada terobosan dan tahu caranya untuk meningkatkan produksi. Langkah ini bisa dimulai dari skala kecil, seperti yang dilakukan oleh Kabupaten Kuningan.

Ikhtiar pengembangan kedelai di Kabupaten Kuningan tidak perlu waktu terlalu lama hingga bisa swasembada. Karena, di kabupaten itu ada semangat dan bekerja sama sehingga tinggal menjalin kerja sama dengan pihak lain, misalkan, perguruan tinggi untuk melakukan inovasi.

Selain itu, kalangan dunia usaha, organisasi petani, maupun penyuluh sebagai petugas lapangan juga terus bergerak mengembangkan kedelai lokal sehingga ke depan bisa memenuhi kebutuhan pasar yang akhirnya bisa mengurangi ketergantungan kedelai impor.

“Kuningan menjadi miniatur daerah swasembada kedelai untuk mengurangi ketergantungan impor,” katanya.

Dukungan Pusat

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian menegaskan komitmen untuk terus  mengembangkan kedelai di seluruh daerah agar bisa swasembada, salah satunya mendorong Jabar agar terus meningkatkan produktivitas kedelai.

Upaya yang dilakukan Pemerintah Pusat hingga pemda tidak lain untuk mengurangi ketergantungan kedelai impor.

“Ini sudah menjadi kebijakan Bapak Presiden dan Bapak Menteri. Tingkatkan produksi kedelai daerah untuk mengurangi kedelai impor,” kata Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi.

Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jabar mencatat provinsi ini merupakan kontributor terbesar nomor tiga nasional pada tahun 2017 sampai 2021, dengan rata-rata menghasilkan 76.913 ton kedelai atau berkontribusi terhadap produksi nasional sebesar 18,16 persen.

Pada tahun 2022 Jabar ikut menyukseskan program Pemerintah Pusat yakni program kedelai reguler dengan mencetak 52 ribu hektare secara nasional. Jabar diberi target seluas 13 ribu hektare dan mampu memenuhi seluas 13.120 hektare.

Pemerintah Pusat selama ini terus menjaga daerah penghasil kedelai. Di Jabar ada beberapa daerah penghasil kedelai selain Kabupaten Kuningan, bahkan sudah lebih eksis yakni Cianjur dan Sukabumi.

Permintaan pasar yang cukup banyak itu merupakan peluang bagus, terlebih saat ini pemerintah juga telah menjamin kebijakan harga yang lebih menarik. Harga jual kedelai din tingkat petani yaitu Rp9 ribu sampai Rp10 ribu per kg agar mereka tetap semangat menanam kedelai.

Adapun manajemen pascapanen, petani diminta menjaga kebersihan. Kedelai harus sudah rapi di karung, setelah itu baru dilepas ke pasar atau Kopti dengan harga yang kompetitif.

Sudah puluhan tahun Indonesia menggantungkan kedelai impor untuk memenuhi kebutuhan domestik.

Oleh karena itu setiap ikhtiar budi daya tanaman kedelai layak mendapat apresiasi bahkan insentif.

Terwujudnya swasembada kedelai bakal meningkatkan kesejahteraan petani. Pelaku usaha yang membutuhkan kedelai juga bisa mendapatkan secara mudah dan terjangkau. Ketersediaan produksi petani lokal inilah yang bakal memutus kedelai impor.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button