News

Wawancara Dirjen Haji dan Umrah Kemenag: Upayakan Evaluasi Demi Akhiri Derita Jemaah Haji

Penyelenggaraan ibadah haji 2023 menuai sorotan tajam publik Tanah Air akibat sejumlah persoalan yang dialami jemaah Indonesia di Tanah Suci. Salah satu yang menyita perhatian yaitu derita ribuan jemaah Tanah Air terlantar di Muzdalifah dalam waktu cukup lama, Rabu (28/6/2023). Pemerintah khususnya Kementerian Agama (Kemenag) pun menjadi pihak yang disasar untuk dimintai pertanggung jawaban oleh publik pascakejadian tersebut. Seruan evaluasi pun menggema.

Publik menilai kejadian seperti jemaah terlantar itu seharusnya bisa diantisipasi oleh Kemenag. Mengingat, permasalahan yang melanda jemaah haji ketika beribadah di Tanah Suci bukan baru kali ini saja terjadi. Oleh karena itu, Kemenag sepatutnya bisa mempelajari titik-titik kerawanan yang bisa mengganggu kelancaran jemaah asal Indonesia.

Terlebih, Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang harus dibayarkan oleh jemaah yang berangkat ke Tanah Suci musim haji 1444H/2023M mengalami peningkatan. Dengan begitu, wajar apabila jemaah mengharapkan untuk mendapatkan pelayanan terbaik saat menjalani rangkaian ibadah haji.

Untuk mengetahui bagaimana perkembangan, langkah maupun evaluasi yang dilakukan Kemenag, Inilah.com mewawancarai Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief, Jumat (14/7/2023).

Berikut petikan wawancaranya:

Bagaimana perkembangan penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi khususnya terkait jemaah Indonesia?

Saat ini sudah proses pemulangan sebagian gelombang I, sudah mulai kepulangan ke Indonesia dari Jeddah. Yang lainnya sisanya baru berangkat ke Madinah, sekarang sudah kepulangan terus berproses dan sudah 70 ribu lebih dari Jeddah itu pulang ke Indonesia.

Proses pemulangan berlangsung hingga kapan?

Berangkat setiap hari ya beberapa kloter (kelompok terbang) penerbangan. Seluruh pemulangan jemaah itu akan berakhir tanggal 4 Agustus.

Apakah ada arahan khusus yang diberikan kepada petugas haji Indonesia di Arab Saudi agar pelayanan lebih maksimal?

Saya kira petugas sudah optimal ya, mereka bekerja keras, sudah melayani jemaah dengan baik, mendampingi para lansia, bertugas di spot-spot tertentu ya mulai dari hotel, bandara, di kateringnya, kemudian juga di jalan-jalan agar jemaah itu tidak tersesat, sudah ditempatkan dan itu di Madinah sama.

Di Madinah, Mekkah, mereka ditempatkan di spot-spot tertentu sampai di terminal, semua spot sudah ada dan semua petugas ini masih all out gitu ya bekerja keras untuk melayani jemaah.

Upaya yang dilakukan agar tidak ada lagi jemaah haji Indonesia yang tersesat?

Saya kira saat ini untuk di Mekkah, jemaah sudah sangat familiar dengan lokasi. Jadi insya Allah tidak ada lagi yang tersesat dan lain-lain di Mekkah. Nah ini tapi yang akan ke Madinah, kita jaga betul, jangan sampai ada jemaah-jemaah lagi yang misalnya tersesat ketika pulang ke hotel habis salat di masjid. Nah itu yang kita optimalkan disitu.

Bagaimana evaluasi Kemenag atas beberapa persoalan yang mengemuka, antara lain terkait jemaah Indonesia terlantar Muzdalifah kekurangan logistik?

Ya itu kan di Muzdalifah sudah selesai dua minggu lalu, itu kan cuma sehari, hanya telat penjemputan karena ada masalah crowded jalannya. Memang itu ada keterlambatan pada saat penjemputan sekitar empat jam tidak bisa bergerak mobil untuk menjemput.

Sementara jemaah waktu di sana itu tidak siap juga dengan perbekalan, karena memang menduganya pagi hari sudah bisa selesai semua dan kembali ke Mina. Nah, ternyata ada masalah dengan transportasi yang jemput mereka. Tapi itu sudah selesai sejak minggu lalu ya sejak 29 Juni.

Nah yang kedua layanan di Mina juga sama, ada beberapa masalah yang terkait dengan layanan jemaah yang disediakan oleh vendor. Itu yang kemudian kita sampai saat ini terus klarifikasi, mengapa itu terjadi dan lain-lain. Nah itu sempat menimpa sebagian jemaah, jadi itu harus dicatat.

Screenshot 2023 07 10 13 15 58 15 Copy 1600x882 - inilah.com
Jamaah haji Indonesia asal Jambi saat menjalankan ibadah haji di Tanah Suci. (Foto: Antara/ HO-Kemenag Jambi)

Kemudian, bagaimana juga hasil evaluasi atas kurangnya tenda bagi jemaah haji Indonesia ketika berada di Mina?

Nah ada beberapa maktab maupun kelompok tenda-tenda jemaah yang kemudian over capacity dan sebagian akhirnya menempati hotel. Tapi untuk yang lainnya masih tetap bertahan sampai akhir. Nah, jadi mereka menuntaskan ritualnya sampai selesai itu 73 persen kembali ke hotel di hari kedua ya dan baru di hari ketiga di Mina.

Tapi kalau setelah kembali ke hotel, ya seperti biasa jemaah ya menikmati suasananya ibadah ke Mekkah, tinggal di hotel, kembali normal. Itu kan puncak haji, puncak haji kan tiga hari itu dan itu crowded banget. Nah itu seluruh dunia crowded banget, ada kapasitasnya semuanya sama, seluruh dunia mendapatkan tenda dengan kapasitas orang yang memang padat.

Nah tahun ini kan ada kasur, kasur ini lah yang juga menjadikan posisi orang tidak bisa atau sulit untuk dipadatkan, karena kalau ada kasur orang mengeklaimnya ya per kasur. Kalau pakai karpet, orang masih bisa makin berdampingan, berhimpitan, jadi bisa gitu ya, nah ini juga situasi yang dihadapi.

Fokus lain yang diperhatikan Kemenag menyangkut penyediaan tenda untuk jemaah seperti apa?

Untuk kapasitas tenda juga harus sudah clear terhitung betul, kalau pun ada jemaah-jemaah dari luar, jemaah-jemaah nonkuota ya sebaiknya jangan sampai mengganggu jemaah kuota. Kalau misalnya kapasitasnya 100 atau 400 orang, ya sudah 400. Kalau ada jemaah yang nonkuota, ya jangan dimasukkan ke situ. Ini kan banyak juga yang tidak kuota haji, tapi pakai visa yang lain yang tidak dalam koordinasi Kemenag, tetapi kan tetap harus ada di lokasi, nah ini kita jaga.

Sejumlah persoalan yang mengemuka sudah tertangani?

Itu sudah dua minggu lalu lah ya, sekarang (jemaah) sudah sedang menikmati ibadah untuk selesainya ibadah haji. Sudah pada berhaji semua sekarang statusnya, tinggal nunggu pulang atau ziarah. Nah sekarang situasinya sudah seperti itu.

Apa langkah yang akan ditempuh Kemenag agar permasalahan yang sama tidak terulang pada penyelenggaraan ibadah haji tahun depan?

Ya itu tahun depan, kita akan tahun depan saja, kita belum bicara vendor ya, tapi kita bicara dulu tentang kapasitas dan desain yang akan kita terapkan untuk haji tahun depan. Jadi modelnya akan bagaimana, ya siapa yang boleh berangkat, yang sepuh dan tidak mampu untuk, tidak mandiri dengan dirinya sendiri, orang-orang sepuh itu boleh berangkat atau tidak.

Anda bawa jemaah, anda ke Yogyakarta 100 orang anak-anak muda atau usia produktif dengan anda bawa 40 orang yang sepuh, lansia usia 80, 90, sampai 100 tahun kira-kira sama enggak cara bawanya. Dan kira-kira kalau naik mobil, kita mau jemput, naik mobil menurunkan dari mobil itu sama tidak waktunya yang dimiliki.

Nah ini yang sedang kita evaluasi, nah termasuk di Muzdalifah. Memobilisasi jemaah sudah padat, crowded, pergerakan lambat kita juga menghadapi situasi jemaahnya juga sebagian kan lansia. Nah ini juga catatan buat kita untuk tahun depan. Harus dievaluasi, siapa yang berhak dan memiliki kategori istito’ah (punya kemampuan) itu. Mampu, karena semuanya fisik haji itu. Nah ini yang jadi catatan kita.

Imgresizer 20230706 2240 56135 - inilah.com
Ilustrasi aktivitas pelayanan kesehatan di Pos Kesehatan Arafah, Arab Saudi. (Foto: Antara/HO-Kemenkes).

Bagaimana evaluasi terhadap vendor atau penyedia barang dan jasa?

Kalau masalah vendor ya nanti kami lihat komitmen-komitmennya, akan seperti apa untuk tahun depan. Kami detailkan kontrak-kontraknya, perbaiki kontrak-kontraknya, mekanismenya, peninjauannya, kontrolnya. Nah ini yang terus kita siapkan untuk tahun depan dan Alhamdulillah untuk tahun ini kan kuota sudah dibagi sejak bulan Juni ini, bukan Januari lagi.

Pembagian kuota yang dilakukan lebih awal memudahkan persiapan yang dilakukan Kemenag?

Jadi persiapannya lebih panjang, jemaah persiapannya lebih panjang, dokter memeriksanya lebih panjang. Kemenag juga mencari vendornya bisa lebih punya waktu gitu ya, pemilihan hotel, pelayanan juga sama. Jadi tidak diburu-buru lagi, karena kuota sudah jelas sejak Juni kemarin.

Biasanya kan kuota seperti tahun ini kan Januari baru dikasih kuota, pertengahan. Januari dikasih kuota, Februari harus selesai semuanya, jemaah juga harus selesai semuanya, sementara jemaah kita itu banyak yang tertinggal, tahun 2020 tidak berangkat, tahun 2021 tidak berangkat, 2022 juga hanya berangkat separuh, ya otomatis sisanya banyak lansia.

Nah jadi ini kan pilihan-pilihan. Kita ingin memfasilitasi dulu yang ada sekarang, baru nanti tahun depan Insya Allah persiapannya bisa lebih ketat.

Apakah dengan upaya lebih mendetailkan kontrak ini jadi strategi baru yang dirancang oleh Kemenag agar jemaah haji menjalankan ibadah haji dengan nyaman di tahun depan?

Ya kalau haji itu tidak ada yang nyaman ya, semua sampai sepanjang sejarahnya itu tidak ada yang nyaman memang gitu kan. Puncak hajinya, nyamannya itu di hotelnya. Tapi puncak hajinya itu padat sekali dan orang-orang harus jalan kaki enam, tujuh, hingga 14 kilometer itu kan tidak nyaman.

Tapi ini yang kami catatkan, kalau kenyamanan itu tidak ada, ketika puncak haji itu. Tapi kita meminta ya nanti kepada mitra kita bahwa layanan untuk konsumsi tepat waktu, kan gitu. (Misal terkait) makan bukan makan gaya Saudi yang sarapannya jam 10, makan siangnya jam empat sore atau makan malamnya jam 11 malam.

Karena kita ini (jemaah asal Indonesia) jam enam jam tujuh harus sudah sarapan. Jadi beda budaya, nah jadi ini yang harus kita tekankan juga. Itu budaya Indonesia, makan itu ya pagi, nah kalau orang Saudi kan jam 10.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button