News

Wawancara Khusus Jubir KemenPUPR: Lewat Inpres Kuasa Perbaikan Jalan Pemerintah Daerah di Ambil Alih, Dana Disiapkan Rp32,7 T

“Kami Lihat Pemerintah Provinsi Tidak Mampu Menyelesaikan Masalah Jalan ini Selama Bertahun-tahun.”

Pembangunan infrastruktur di era Presiden Joko Widodo selama delapan tahun ini terasa gegap gempita dan masif. Sejak menjabat pada 2014, mantan Gubernur DKI itu telah membangun berbagai infrastruktur baik jalan tol, jembatan, bendungan, bandara dan yang lainnya.

Untuk pembangunan jalan, khususnya tol, menurut Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR, Danang Parikesit, hingga Maret 2023 ada 70 ruas tol dibangun, meliputi panjang 2.623,51 km. Dari 2.623,51 km jalan tol yang beroperasi itu, ruas jalan tol di Pulau Sumatera sepanjang 738,46 km, di Jawa 1.716,15 km, Kalimantan 97,27 km, Sulawesi 61,46 km, serta Bali dan NTB 10,07 km.

Namun, pembangunan infrastruktur jalan itu seolah ternodai manakala konten buatan Tiktoker Bima Yudho Saputro mendadak viral lantaran mengeluhkan soal buruknya infrastruktur di lampung. Hal yang kemudian direspons Presiden dengan meninjau langsung daerah yang dikenal dengan slogan “Tapis Berseri” atau kota yang memiliki arti tertib, iman, sejahtera, patuh, rapih, sehat, indah dan aman itu. Di sana Presiden berpidato bahwa pemerintah akan mengucurkan dana sebesar Rp800 miliar untuk perbaikan 15 ruas jalan yang ada.

Berikut wawancara khusus Inilah.com dengan Staf Ahli Menteri PUPR Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan yang juga ditunjuk sebagai juru bicara kementerian, Endra S. Atmawidjaja, di kantornya, di Jakarta, Jumat (12/5) lalu.

Visi misi besar Presiden Joko Widodo dalam delapan tahun terakhir di bidang infrastruktur baik jalan, khususnya tol, begitu gempita. Kasus jalan rusak di Lampung seolah menodai semua itu. Bagaimana Kementerian melihat hal ini?

Pertama, saya sampaikan bahwa pemerintah concern dengan percepatan pemulihan ekonomi nasional pasca-COVID. Pemerintah peduli terhadap pemulihan ekonomi. Salah satu sektor yang dianggap penting dalam pemulihan itu yaitu sektor jalan. Kenapa? Karena jalan itu urat nadi ekonomi nasional dan lokal. Kalau kita perbaiki jalan, kita bisa merangsang ekonomi tumbuh, memperkuat dan meningkatkan produktivitas, menurunkan biaya logistik, sampai ujungnya daya saing kita lebih tinggi untuk ekspor dan lain-lain.

Artinya, sektor jalan ini punya kontribusi besar untuk mobilitas orang dan barang. Pak Presiden selalu menggunakan itu untuk daya saing, tetapi kita melihat selama masa pandemi kemarin, sektor jalan itu salah satu sektor yang terdampak COVID. Artinya banyak jalan-jalan kita yang turun kemantapannya (istilah yang merujuk kondisi jalan dalam kondisi rusak ringan dan berat). Saya bilang turun kemantapannya, artinya apa? Bukan berarti semua yang rusak itu baru rusak selama COVID. Nggak.

Berapa banyak ruas jalan yang rusak selama COVID?

Di jalan nasional turun walau pun sudah naik lagi. Misalkan di jalan nasional sendiri itu dari tahun 2020 ada 91,3 persen (yang baik), kemudian 91,8 persen. Itu di nasional, berarti kan sekarang kita berada di kemantapan 92,2 persen. Artinya masih ada delapan persen lagi yang kondisinya tidak mantap. Yang delapan persen dan tidak mantap itu bisa rusak ringan, bisa rusak sedang, atau malah rusak berat.

Nah, yang lebih parah sebetulnya adalah jalan daerah. Jalan daerah ini tingkat kemantapannya jauh dari jalan nasional. Misal, jalan provinsi itu sekarang tingkat kemantapannya 72,3 persen, jalan kabupaten 58,3 persen, jalan kota 80 persen, wajarlah, di kota. Kita lihat dua ini saja, jalan provinsi dan jalan kabupaten. Jalan provinsi itu 72 persen, artinya 28 persen rusak. Apalagi jalan kabupaten, 42 persennya itu rusak ringan, rusak sedang dan rusak berat.

Status jalan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, dengan kewenangan dan tanggung jawab siapa yang mengurusnya. Presiden Joko Widodo kemarin mengambil alih perbaikan jalan di daerah dengan mengucurkan dana sebesar Rp800 miliar untuk 15 ruas jalan di lampung. Apakah memang bisa kewenangan daerah diambil alih?

Nah pemerintah itu memperhatikan angka Kemantapan Jalan pasca-COVID dan pemerintah pusat mengambil alih sebagian kewenangan daerah melalui Inpres nomor 3 tahun 2023 supaya kemantapannya naik. Itu karena kami melihat bahwa pemerintah provinsi dan kabupaten tidak mampu menyelesaikan masalah penurunan kualitas jalanan ini dalam tiga tahun, bahkan lebih sebelumnya lagi. Kan jalan yang di Lampung itu sempat viral, bertahun-tahun masih saja rusak. Itu artinya pemerintah provinsi dan kabupaten kurang memperhatikan potensi dan juga kondisi yang ada di daerah.

Konsep kita begini. Ekonomi lokal tumbuh secara agregat kepada ekonomi nasional. Ekonomi nasional itu kan resultante dari ekonomi daerah. Makanya pemerintah mengeluarkan namanya inpres 3 tahun 2023. Nah jadi jalan-jalan daerah itu diambil alih sebagian ruasnya oleh pemerintah pusat, supaya angka kemantapan jalan lebih cepet naiknya. Sebagian pasti masih ditangani provinsi dan kabupaten.

Apakah semua jalan rusak di daerah akan diambil alih?

Yang ditangani pemerintah pusat yang ada di Inpres 3 tahun 2023 adalah jalan-jalan yang rusak berat. Jadi hanya yang rusak berat. (Rusak ringan dan sedang itu provinsi dan kabupaten) kemudian apakah semua yang rusak berat ditangani pemerintah pusat tidak juga, karena ada kriteria berikutnya yang harus diperhatikan.

Kriteria apa saja yang menjadi rujukan?

Kalau memang rusak beratnya memang berhubungan dengan sentra pangan, berhubungan dengan sentra pariwisata atau kawasan industri, kawasan perkebunan, kawasan tambak perikanan, itu kita berikan akses perbaikan jalannya. Tapi misalkan dia rusak tapi hanya menjangkau satu kampung yang kurang punya potensi, kami lepas dulu. Rusak ini kan macam-macam ya.

Kriteria kedua, rusak berat tapi harus juga ada sektor ekonomi yang didukung. Ketiga tanahnya tidak bermasalah. Maksudnya, masyarakat tidak marah waktu kita tangani. Selain lahannya tidak bermasalah, jalan yang rusak berat itu juga menghubungkan ke sektor-sektor ekonomi produktif. Itu kriteria yang ada di Inpres.

Jadi kalau pertanyaannya, apakah semua jalan yang rusak di daerah akan ditangani oleh pusat, ya tidak. Ada syarat-syarat tadi yang harus dipenuhi sesuai dengan Inpres. Mengapa pemerintah boleh mengambil alih, itu karena prinsip otonomi daerah. Kalau daerah dianggap tidak mampu atau menyatakan dirinya tidak mampu. itu dalam dua kondisi kan, maka diambil alih pusat.

Inpres 3 tahun 2023 itu dikhususkan untuk jalan saja?

Ada di bidang bencana. Kalau pemerintah daerah menyerah dengan tanggap darurat dan rekontruksi pasca bencana, dia serahkan ke pemerintah yang lebih tinggi, provinsi atau pusat. Irigasi juga begitu banyak yang diserahkan ke pusat, karena pemerintah daerah tidak punya kemampuan, anggaran, SDM (sumber daya manusia) untuk menyelanggarakan itu. Jadi bukan hanya sektor jalan.

Apakah Inpres ini muncul akibat dari video viral jalan rusak di lampung beberapa waktu lalu?

Sesuai dengan hasil rapat terbatas tanggal 15 Januari. Kan banyak orang beranggapan bahwa pemerintah pusat baru bergerak setelah ada video viral (jalanan rusak di Lampung). Tidak. Kita sudah mulai (sebelum itu).

Kapan pembahasannya?

Kami sudah bahas dari akhir 2022. Inpresnya sendiri ditetapkannya sudah lama, sebelum Lebaran. Tanggal 16 Maret. Artinya pemerintah sudah mengantisipasi sebelum jadi viral. Tapi kenapa pemerintah belum bertindak? Itu karena masih kita terima usulan-usulannya, juga belum ada anggarannya. Ini kan lagi dihitung kebutuhan anggarannya berapa.

Berapa anggaran yang akan dikucurkan pemerintah pusat?

Dalam ratas disebutkan angka sementara kebutuhannya untuk dua tahun itu kira- kira Rp32,7 triliun secara nasional, dari Aceh sampai Papua ditangani dengan Inpres ini. Angkanya dapat dari mana? Ya dari itu usulan-usulan dari daerah.

Misal di Lampung, Presiden menyebut angka Rp800 miliar. Kalau ditotal dari seluruh Indonesia dengan 33 provinsi kecuali DKI Jakarta, kalau masing-masing itu Rp 1 triliun. Dapatnya Rp 32 triliun. Cuma angka tiap daerah itu berbeda-beda.

Sejauh ini sudah ada yang mengajukan?

Banyak.

Lampung termasuk menyatakan diri tidak mampu membereskan jalan?

Ya, artinya menyatakan dirinya tidak mampu. Bukan menuliskan surat bahwa dia tidak mampu tapi menyerahkan ruasnya. Inilah yang tangani Inpres. Makanya pemerintah pusat bisa masuk. Karena kan tidak boleh pemerintah pusat masuk karena kewenangannya sudah diatur di UU jalan.

Dana perbaikan itu sudah dikucurkan?

Untuk tahap satu kira-kira yang sudah kita usulkan itu Rp14,9 tiriliun. Itu yang kita bisa dieksekusi di 2023. Sisanya di 2024.

Jadi yang kita ajukan ke Kementerian Keuangan dan Bapenas itu Rp 32,7 triliun. Itu diperuntukan supaya ekonomi bisa tumbuh. Visi misi Presiden memanfaatkan momentum pasca-COVID. Kalau itu disetujui Kementrian Keuangan, bisa lebih.

Jadi nggak betul kita bergerak sesudah ada video yang viral.

Bagaimana dengan jalan tol? Berapa kilometer yang telah dibangun?

Kalau sekarang jalan tol yang sudah kita bangun itu kira-kira 2.500-2.600 kilometer. Itu kan artinya men-double kapasitas membangun kita. Dari tahun 1978 sampai 2014 itu hanya 780 km. Kita double hanya dalam delapan tahun, menjadi 1.800 km.

Apakah efektif membangun tol sepanjang itu, mengingat banyak jalan tol yang sepi?

Jalan tol ini kan jalan logistik juga. Dibentuk jalan tol itu agar bisa terintegrasi hinterland-nya (daerah penyangga kota). Jalan tol itu investasi yang tidak murah. Dimanfaatkan agar produktif, menambah mobilitas, produktivtas dan efisiensi. Itu kalau kita sambungkan dengan kawasan-kawasan hinterland, supaya dia membentuk struktur jalan atau wilayah. Maksudnya, supaya jalan tol itu punya nilai, dan jalan provinsi dan kabupaten kota juga punya nilai. Karena kalau hanya ada jalan tol tanpa ada kawasan industrinya, nggak ada pariwisatanya, ya sayang.

Bagaimana dengan pembiayaannya, mengingat banyak pihak yang menyayangkan masifnya pembangunan tol beriringan dengan masifnya utang?

Jalan tol paling bisa dilihat publik, terlepas dari kontroversi melihatnya sebagai utang atau mahal dan tak ada manfaatnya. Kami melihatnya dengan beda. Investasi itu bukan utang. Kalau mau kita bisa membayangkan itu (seperti) rumah kita. Saat kita dengan satu istri, rumah kita tipe 36 pun cukup. Kalau tambah satu anak, itu nggak akan cukup. Kita butuh space. Anak sudah dua itu beda lagi ceritanya. Tapi kemampuan ekonomi kita kan nggak bisa langsung bikin rumah type 72 atau 100. Kita berinvestasilah supaya anak-anak punya ruang untuk tumbuh. Makanya kita cicil ke bank dan kita dapet asetnya.

Tol juga begitu. Itu kita investasikan untuk visi jangka panjang menjadi ruang tumbuhnya negara. Kita bisa tumbuhkan ekonomi. Itu kita lakukan dengan investasi. Jadi itu bukan utang yang dilakukan serampangan. Itu untuk investasi.

Di dalam ilmu ekonomi ada dua mazhab. Ada ship follow the trade. Jadi kalau trade-nya sudah tumbuh kita sediakan ship-nya. Kalau udah ada demand-nya, kita kasih supply-nya.

Kalau mazhab yang satu lagi, ya sudah kita bangun airport supaya demand-nya muncul. Seperti di Labuan Bajo. Itu kita bangun bandaranya dulu, baru kita merangsang demand-nya dengan marketing, supaya orang datang ke situ. Kita buat permintaan itu supaya masuk ke Bajo dengan infrastruktur. Jadi itulah visi Presiden. Beliau melihat infrastruktur bukan hanya jangka panjang tapi juga jangka pendek.

Kalau tol itu kan untuk jangka panjang. Sambil produksi wilayahnya agar industrinya tumbuh, berkembang. Ya sudah, kita siapkan jalannya. Ya sekarang itu kan yang dipermasalahkan publik? Kenapa itu mahal banget bikin tol? Itu akan lebih mahal lagi kalau kita bikin 10 tahun lagi. Harga tanah itu mahal, teknologi mahal. Kita akan bayar itu sekarang atau kita ke depan, tetap kita butuh jalan tol.

Coba kita putar ulang 10 tahun lalu, di mana banyak yang menderita berbelas-belas jam di jalan. Pernah nggak kita buka arsip-arsip tahun-tahun lalu, saat Tanjung Priok itu menjadi neraka bagi truk kontainer. Berjejer-jejer di tengah jalan, nggak bisa masuk pelabuhan. Sekarang sudah tak ada. Jadi jangan disalahkan infrastrukturnya. Tidak mungkin infrastruktur mubazir.

Kenapa tidak perbanyak jalan non tol ?

Kalau kita genjot pemerataan, siapa yang mengurusi pertumbuhan? Ini kan dua sisi. Pemerintah kan nggak bisa hanya satu sisi. Sudahlah kita lupakan jalan tol, kita bangun jalan-jalan non tol. Ini juga nggak bisa, karena kan Indonesia ini berbeda.

Makanya dengan infrastrukur kita mau mengurangi kesenjangan. Pertumbuhannya jalan tapi pemerataannya juga. Kalau kita hanya konsentrasi di pertumbuhan, kesenjangannya makin tinggi. Makanya kita tutup dengan pemeratan. Ya sudahlah, ini investasi atau utang menjadi bagian dari APBN.

Coba kalau di DKI Jakarta sekarang tidak ada JORR (Jakarta Outer Ring Road) 1 dan 2. Mau kemana-mana kita umpel-umpelan di jalan. Bukan karena tolnya mahal. Bukan itu. Tapi masyarakat kan dikasih pilihan, masyarakat butuh cepat, ya ada (pilihan itu). Yang celaka, kalau pemerintah tidak melakukan apa-apa, masyarakat dibiarkan sengsara.

Kendala apa yang dihadapi Kementerian PUPR sebagai pihak yang diserahi tugas membangun sejumlah infrastruktur?

Kendala infrastruktur yang ingin kita perbaiki ini soal tata kelola. Artinya, di situ ada pengadan tanah, dan itu jadi persoalan. Tanah yang biasanya harganya Rp100 ribu, ketika ada rencana membangun infrastrukur, jadi Rp1 juta.

Tata kelola di bidang pertanahan. Bisa nggak harga tanah dibekukan supaya pasarnya terkontrol? Kemudian tata kelola perusahaan supaya efisien. Korupsi. Kendala lainnya, pemanfaatan. Infrastruktur itu bisa bermanfat kalau itu dipakai. Kalau dia tidak dipakai, dia jadi persoalan.

Setelah dibangun, banyak jalan tol dijual, terlebih ke pihak asing. Bagaimana Anda memandangnya?

Prinsipnya, aset tol itu milik pemerintah, tapi penguasaannya oleh pihak ketiga. Jadi apakah dia, misalkan, Jasa Marga, Astra, Grup Bakrie, atau asing, itu tidak mengubah kepemilikan tol. Yang berubah status penguasaanya. Setelah 30 tahun itu kembali ke pemerintah. Dijual ke asing misalnya, itu nggak benar. Itu hanya dialihkan masa konsesinya.

Kan itu ada BUMN, ada logika korporasi. Kalau asetnya di Kementerian Keuangan. Kan kita catat asetnya. Kan kita tambah, jadi yang namanya tata kelola aset sudah jelas secara legal. Itu sudah jelas punya pemerintah. Punya rakyat. Misalnya, setelah 30 tahun pemerintah mau menjadikannya sebagai jalan nasional, itu boleh. [Nebby]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button