News

Kapolri Diminta Tindak Tegas Ancaman Peneliti BRIN Terhadap Muhammadiyah

Ketua Badan Pengurus Setara Institute Jakarta, Ismail Hasani, mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segera menangani ancaman yang diungkapkan oleh Peneliti Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Andi Pangerang Hasanuddin, terhadap Muhammadiyah. Ismail menegaskan dalam pernyataan resminya pada Selasa (25/4/2023) bahwa Kapolri harus merespons dan menanggapi peristiwa ini secara cepat dan tepat, termasuk mengatasi laporan yang akan diajukan oleh beberapa pihak.

“Setara Institute mendesak Kapolri untuk merespons dan menyikapi secara cepat dan tepat peristiwa ini, termasuk merespons secara presisi sejumlah laporan yang akan dilayangkan oleh beberapa pihak,” tegas Ismail dalam keterangan resminya yang diterima inilah.com di Jakarta, Selasa (25/4/2023).

Menurut Ismail, jika tindakan seperti ini dibiarkan, akan terjadi normalisasi kebencian dan pluralisme represif. Ia menambahkan bahwa AP Hasanuddin telah memicu kebencian antar umat beragama dengan pernyataannya yang mengancam pembunuhan. Ismail juga menyebut bahwa pernyataan ini mendukung pernyataan provokatif Professor BRIN Thomas Djamaludin.

“Yang juga rutin menyebarkan pendapat terkait perbedaan penetapan Hari Raya Idul Fitri, tetapi sangat tendensius dan sinikal pada ijtihad Muhammadiyah,” lanjutnya.

Meski AP Hasanuddin telah meminta maaf, Ismail berpendapat bahwa perbuatannya telah memenuhi unsur pidana, termasuk penghasutan, ujaran kebencian, dan dampak yang menimbulkan kegaduhan. Menurut Ismail, pernyataan tersebut bukanlah kebebasan berpendapat atau kebebasan bagi seorang peneliti, melainkan menunjukkan ketidakmampuan Hasanuddin dalam menerima perbedaan dan keberagaman.

“Inilah salah satu filosofi mengapa ujaran kebencian, diskriminasi, penghasutan kemudian dikualifikasi sebagai tindak pidana,” imbuh dia.

Setara Institute telah mengenalkan istilah “condoning”, yaitu pernyataan pejabat publik yang berpotensi menimbulkan kebencian terhadap kelompok tertentu dan kekerasan. Ismail mengatakan bahwa condoning secara etis merupakan pelanggaran serius, meskipun belum dikualifikasi sebagai tindak pidana.

Kontroversi ini bermula dari perbedaan penetapan 1 Syawal 1444 Hijriah yang ramai diperbincangkan di media sosial. Andi Pangerang Hasanuddin, diduga peneliti BRIN, berkomentar di tautan yang ditulis oleh peneliti BRIN lainnya, Thomas Djamaluddin, dengan nada sinis dan ancaman terhadap warga Muhammadiyah.

Thomas Djamaluddin awalnya mengomentari bahwa Muhammadiyah tidak taat pada keputusan pemerintah karena berbeda penetapan Lebaran 2023. Tautan dari Thomas kemudian dikomentari oleh Andi Pangerang Hasanuddin dengan akun Facebook Ap Hasanuddin yang bernada sinis dan mengancam warga Muhammadiyah.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button