Market

Tahun Kredit Macet Telah Tiba, Perbankan Bakal Pelit Gelontorkan Modal


Memasuki 2024 yang bershio naga kayu, Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) meramalkan banjirnya kredit bermasalah alias macet (Non Performing Loan/NPL). Sektor bisnis bakal terganggu.

Tentu saja tidak sedang bercanda, Senior Vice President LPPI, Trioksa Siahaan menyebut adanya tren kenaikan NPL pada 2024 perlu diwaspadai bila melihat perkembangan ekonomi dan suku bunga acuan yang belum ada tanda untuk turun. “(Kenaikan NPL) bisa berlanjut sampai 2024 bila tidak ada perbaikan ekonomi. Terutama menyangkut daya beli,” kata dia, dikutip Kamis (4/1/2024).

Mengacu kepada Statistik Perbankan OJK, NPL bank umum secara industri per Oktober 2023, berada di level 2,42 persen, setara Rp166,78 triliun. Turun 30 basis poin ketimbang Oktober 2022 sebesar 2,72 persen.

Dari angka NPL per Oktober 2023 itu, yang masuk kategori bank mini (Kelompok Bank berdqasarkan Modal Inti/KBMI I) tercatat 2,45 persen. Atau setara Rp19,03 triliun, turun tipis dibanding September 2023 sebesar 2,46 persen.

Sedangkan untuk KBMI II sebesar 2,76 persen, di mana angka ini tidak berubah alias stagnan dari bulan sebelumnya. Sementara, lonjakan tipis secara bulanan justru dialami bank kelas dua dengan modal inti sebesar Rp14 triliun sampai dengan Rp70 triliun. Tercatat, NPL KBMI III per Oktober 2023, tercatat 2,63 persen, naik 4 basis poin (bps) dari 2,59 persen dari September 2023.

Sedangkan untuk bank besar yang masuk KBMI IV, mengalami kenaikan kredit bermasalah (NPL) sebesar 6 bps, menjadi 2,23 persen, secara bulanan. Dibandingkan NPL September 2023 sebesar 2,29 persen.

Dengan adanya tren ini, tahun ini, perbankan bisa jadi semakin ‘pelit’ menggelontorkan kreditnya, khususnya kepada sektor industri kecil. Ketimbang memaksakan diri mengguyur kredit super jumbo namun berakhir macet di masa depan.

Di sisi lain, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meminta perbankan untuk tidak menahan penyaluran kredit pada 2024. Jangan sampai, pertumbuhan kredit dan investasi yang sudah cukup baik pada 2023, tidak berlanjut pada tahun ini.

“Investasi dan kredit tumbuh cukup baik, namun belum setinggi yang kita harapkan. Makanya, jangan sampai di 2024 ada sedikit ngerem untuk pertumbuhan kredit,” ujar Sri Mulyani.

Dia menegaskan, ketika ada persoalan dalam penyaluran kredit, maka berdampak langsung kepada investasi. Oleh sebab itu, urgensi untuk mempertahankan kinerja kredit terbilang cukup tinggi.

“Kita akan tetap melanjutkan berbagai upaya lainnya yang akan mendorong masuknya investasi asing (foreign direct investment/FDI), seperti melalui hilirisasi dan program reformasi pada sektor bisnis,” ungkapnya.

Kredit Macet Jumbo Properti

Bank Indonesia (BI), mencatat per November 2023, rasio NPL kredit properti di perbankan berada di level 2,59 persen. Naik ketimbang November 2022 yang mencapai 2,40 persen.

Bila dirinci, NPL kredit properti paling tinggi disumbang kredit pemilikan ruko/rukan, sebesar 4,47 persen. Sementara untuk kredit pemilikan rumah (KPR) rumah tapak, terjaga di level 2,52 persen. Kendati meningkat dari periode yang sama 2022 sebesar 2,32 persen.

Meski trennya naik, perbankan masih optimistis melalui 2024 dengan penurunasn rasio NPL sektor  KPR. Sebut saja, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) menargetkan bisa menurunkan rasio NPL KPR di bawah 3 persen pada 2024.

“Untuk rasio NPL KPR BTN, trennya menurun. Lebih baik dibandingkan industri sejenis. Hal ini menunjukkan bahwa kami selalu melakukan upaya-upaya penyelamatan dan penyelesaian kredit agar memiliki kualitas aset yang baik bagi Bank,” kata Ramon Armando, Corporate Secretary BTN. 
 

 

 

 

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button