Hangout

Waspadalah! COVID-19 Melonjak, Warga China Malah Berebut Melancong

Warga China, yang terputus dari dunia selama tiga tahun akibat pembatasan COVID-19, mulai berbondong-bondong untuk melancong mulai Selasa (27/12/2022). Padahal saat ini tingkat infeksi virus di negara itu sangat tinggi. Waspadalah!

China tiba-tiba mencabut banyak pembatasan COVID-19 yang keras setelah protes nasional dan mengalami lonjakan infeksi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Padahal virus corona sekarang menyebar tidak terkendali di negara berpenduduk 1,4 miliar jiwa itu. Bahkan kasus infeksi yang meningkat ini membebani sistem kesehatan dan mengguncang perekonomiannya.

Namun, statistik resmi menunjukkan hanya satu kematian akibat COVID-19 dalam tujuh hari terakhir hingga Senin (26/12/2022), memicu keraguan di antara pakar kesehatan dan warga tentang data pemerintah. Angka tersebut tidak konsisten dengan pengalaman negara-negara yang jauh lebih sedikit penduduknya setelah dibuka kembali pembatasan COVID.

Dokter mengatakan rumah sakit kewalahan dengan pasien lima sampai enam kali lebih banyak dari biasanya, kebanyakan dari mereka sudah lanjut usia. Pakar kesehatan internasional memperkirakan jutaan infeksi setiap hari dan memprediksi setidaknya 1 juta kematian akibat COVID-19 di China tahun depan.

Dalam langkah besar menuju pelonggaran pembatasan perbatasan yang didukung oleh pasar saham Asia pada Selasa (27/12/2022), China juga akan berhenti mewajibkan pelancong yang masuk melakukan karantina mulai 8 Januari, kata Komisi Kesehatan Nasional pada Senin malam. “Akhirnya terasa seolah-olah China telah berbelok,” ucap Ketua AmCham China Colm Rafferty tentang rencana pencabutan pembatasan karantina, mengutip Reuters.

Pesan tiket ke luar negeri

Pembukaan pembatasan COVID-19 ini seperti sudah ditunggu-tunggu warga China. Ibarat pepatah Sunda ‘kuda lepas ti gedogan’ atau ‘kuda lepas dari istalnya’, warga pun langsung memesan tiket perjalanan ke luar negeri.

Data dari platform perjalanan Ctrip menunjukkan bahwa dalam setengah jam setelah munculnya berita pelonggaran pembatasan perbatasan, pencarian tujuan lintas batas populer telah meningkat 10 kali lipat. Makau, Hong Kong, Jepang, Thailand, dan Korea Selatan adalah yang paling dicari, kata Ctrip.

Data dari platform lain, Qunar, menunjukkan bahwa dalam 15 menit setelah berita, pencarian penerbangan internasional melonjak tujuh kali lipat, dengan Thailand, Jepang, dan Korea Selatan di urutan teratas.

Penanganan COVID-19 di China juga akan diturunkan ke Kategori B yang tidak terlalu ketat dari Kategori A tingkat atas saat ini mulai 8 Januari, kata otoritas kesehatan, karena penyakit ini menjadi kurang ganas. Perubahan itu berarti pihak berwenang tidak lagi dipaksa untuk mengkarantina pasien dan kontak dekat mereka serta mengunci wilayah.

Tetapi di tengah semua kegembiraan kembalinya secara bertahap ke cara hidup sebelum COVID, ada tekanan yang meningkat pada sistem perawatan kesehatan China. Para dokter mengatakan banyak rumah sakit kewalahan sementara pekerja rumah duka melaporkan lonjakan permintaan untuk layanan mereka.

Perawat dan dokter telah diminta untuk bekerja sementara pekerja medis yang sakit dan pensiunan di komunitas pedesaan dipekerjakan kembali untuk membantu, menurut media pemerintah. Beberapa kota telah berjuang untuk mengamankan pasokan obat anti demam.

“Lihat saja rumah duka di berbagai kota. Saya dengar kami harus antre selama tiga sampai lima hari untuk kremasi di sini,” keluh seorang warga di provinsi Shandong timur di media sosial.

Sementara ekonomi terbesar kedua di dunia itu yang diperkirakan akan mengalami rebound tajam akhir tahun depan, begitu gelombang kejut awal infeksi memudar, akan mengalami kesulitan dalam beberapa minggu dan bulan mendatang karena makin banyak para pekerjanya jatuh sakit.

Banyak toko di Shanghai, Beijing, dan di tempat lain terpaksa tutup dalam beberapa hari terakhir karena stafnya yang tidak dapat masuk kerja. Sementara beberapa pabrik telah merumahkan banyak pekerjanya untuk liburan Tahun Baru Imlek akhir Januari.

“Kekhawatiran akan distorsi rantai pasokan sementara tetap ada karena angkatan kerja terkena dampak infeksi,” kata analis JPMorgan dalam sebuah catatan, menambahkan bahwa pelacakan lalu lintas kereta bawah tanah di 29 kota di China menunjukkan bahwa banyak orang membatasi pergerakan mereka saat virus menyebar.

“COVID masih menyebar di sebagian besar wilayah China, sangat mengganggu jadwal kerja normal. Kehilangan produktivitas signifikan dan tekanan inflasi dalam beberapa bulan mendatang bisa menjadi akut karena lonjakan permintaan yang tiba-tiba akan melebihi pemulihan pasokan,” ujar Dan Wang, kepala ekonom di Hang Seng Bank China, masih menurut Reuters.

Negara lain was-was

Pencabutan larangan ke luar negeri bagi warga China di tengah lonjakan kasus COVID-19 di negera itu, tentu saja membuat banyak negara khawatir. Ini hal yang wajar mengingat banyak warga dunia sudah mulai menjalani kehidupan normal setelah makin berkurangnya angka kasus COVID-19 di negaranya.

Kedatangan para pelancong China ini memunculkan kekhawatiran peningkatan tingkat penyebaran virus ini. Salah satunya Jepang. Jepang pun akan mewajibkan tes COVID-19 pada saat kedatangan untuk pelancong dari China daratan mulai Jumat (30/12/2022), kata Perdana Menteri Fumio Kishida.

Tokyo telah melonggarkan pembatasan pada turis dalam beberapa bulan terakhir dan langkah itu berarti pelancong dari China akan menjadi satu-satunya pengunjung yang diharuskan melakukan tes COVID-19 pada saat kedatangan, selain mereka yang menunjukkan gejala.

Kishida mengatakan pada hari Selasa (27/12/2022), keputusan itu diambil karena ada informasi bahwa infeksi menyebar dengan cepat di China. “Sulit untuk memastikan situasi yang tepat karena perbedaan besar antara otoritas pusat dan daerah dan antara pemerintah dan sektor swasta,” katanya kepada wartawan mengutip AFP. “Ini menyebabkan meningkatnya kekhawatiran di Jepang.”

Pelancong dari China daratan, atau yang telah berada di sana dalam waktu tujuh hari, akan diminta untuk melakukan tes setibanya di Jepang. Mereka yang dites positif akan dikarantina selama tujuh hari di fasilitas yang ditunjuk. Tokyo juga akan membatasi penerbangan yang datang dari China daratan.

Bagaimana dengan Indonesia? Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mendukung rencana dibuka kembali penerbangan China-Indonesia. Penerbangan tersebut dapat mendongkrak angka kunjungan wisatawan mancanegara dari Negeri Tirai Bambu ke Tanah Air.

Menparekraf mengatakan, rencana dibuka kembali penerbangan tersebut didapat setelah ada beberapa permintaan dari maskapai penerbangan China kepada Pemerintah Indonesia. “Permintaan ini menjadi sinyal China bisa dibuka untuk pasar wisatawan mancanegara sehingga masuk lagi ke Indonesia,” katanya.

Kebijakan Pemerintah China merelaksasi pembatasan sosial dengan membuka rute penerbangan ini akan berdampak positif bagi pariwisata Indonesia. Sebelum tahun 2019 jumlah kunjungan wisman China ke Indonesia sempat menyentuh angka 2,07 juta orang. Dari angka kunjungan tersebut, sempat menempatkan China sebagai negara dengan kunjungan wisata mancanegara nomor dua setelah Malaysia dengan 2,98 juta orang.

Kehadiran wisatawan mancanegara dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi angkatan kerja Nusantara sekaligus meningkatkan perekonomian yang mulai bangkit pascapandemi Covid-19. “Relaksasi dari China membuka pariwisata kita bangkit dan membuka lapangan kerja. Saya akan berjuang untuk itu, saya akan pastikan,” katanya.

Hanya saja, hingga saat ini belum ada antisipasi dari Pemerintah Indonesia terkait dengan upaya menekan penyebaran COVID-19 sehubungan dengan rencana kedatangan pelancong asal China ini. Tindakan pencegahan ini penting mengingat lonjakan kasus COVID-19 di China bisa berimbas ke Tanah Air.

Hal ini mengingat Presiden Joko Widodo sudah mengungkapkan kemungkinan menghentikan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada akhir tahun 2022 dengan alasan merujuk pada tingkat penularan kasus COVID-19 di Indonesia yang semakin menurun.

Jangan sampai masuknya wisawatan China membawa virus yang bisa menggagalkan rencana tersebut yang berarti pula akan menimbulkan hambatan baru bagi pemulihan perekonomian nasional.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button