News

KPK Kantongi Bukti Eks Mensos Juliari Beri Pengawalan ‘Khusus’ Pengadaan Bansos Beras


Mantan Menteri Menteri Sosial (Mensos), Juliari Batubara beri pengawalan khusus terhadap proyek beraroma rasuah penyaluran bantuan sosial (bansos) beras  untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Tahun 2020-2021 Kemensos.

Hal ini dikorek tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat memeriksa Juliari di Lapas Kelas I Tangerang, Senin (18/12) kemarin.

“Juliari Peter Batubara (Mantan Menteri Sosial RI), saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan pengawalan khusus dari saksi untuk memantau proses pengadaan hingga distribusi bantuan sosial beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Tahun 2020-2021 di Kemensos RI,” kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri melalui keterangannya, Selasa (19/12/2023).

Ali mengungkapkan, dalam pengawalan khusus tersebut, Juliari memberi perintah kepada memerintahkan eks Direktur Utama Mitra Energi Persada/Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP), Ivo Wongkaren (IW). Ivo juga disebut-sebut sebagai makelar bansos di Kemensos.

“Selain itu didalami juga kaitan kedekatan saksi dengan Tersangka IW sebagai perpanjangan tangan untuk mengondisikan distribusi bansos dimaksud,” tandas.

Sebelumnya, Juliari  dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19 dengan menerima suap Rp 32,4 miliar. Ia pun dijatuhi hukuman 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan.

Kemudian, kasus dikembangkan dalam perkara proyek penyaluran Bansos beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH), Tahun 2020- 2021 yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 127,5 miliar.

Dari pengembangan kasus itu, KPK menetapkan enam orang tersangka. Tersangka dari pihak perusahaan pelat merah, yakni Direktur Utama PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) Muhammad Kuncoro Wibowo. Kuncoro ini merupakan mantan Direktur Utama PT Transjakarta. Kemudian Direktur Komersial PT BGR Persero periode 2018-2021 Budi Susanto (BS), dan Vice President Operasional PT BGR Persero periode 2018-2021

Kemudian dari pihak swasta Dirut Mitra Energi Persada (MEP) sekaligus Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP) Ivo Wongkaren (IW), Tim Penasihat PT PTP Roni Ramdani (RR), dan General Manager PT PTP sekaligus Direktur PT Envio Global Persada (EGP) Richard Cahyanto (RC).

Kronologi Perkara

Ceritanya dimulai dari salah satu BUMN yang bergerak dan berkecimpung dibidang jasa logistik, yaitu PT BGR yang memiliki 20 kantor cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. Pada Agustus 2020, Kemensos mengirimkan surat pada PT BGR untuk audiensi dalam rangka penyusunan rencana anggaran kegiatan penyaluran bantuan sosial.

Kesepakatan pun terbentuk Kemensos memilih PT BGR sebagai distributor dan berlanjut dengan penandatanganan surat perjanjian pelaksanaan. Dari pihak PT BGR Persero penandatanganan perjanjian diwakili Kuncoro. Agar realisasi distribusi dapat segera dilakukan, April Churniawan atas sepengetahuan Kuncoro dan Budi Santoso secara sepihak menunjuk PT Primalayan Teknologi Persada milik Richard Cahyanto tanpa didahului dengan proses seleksi.

Hal ini untuk menggantikan PT DIB Persero yang belum memiliki dokumen legalitas jelas terkait pendirian perusahaannya. Semua hal yang diperbuat enam orang tersebut sudah diatur sedemikian rupa. Tujuannya, agar dapat menyakinkan Kemensos terhadap PT BGR mengenai proyek penyaluran Bansos beras tersebut.

Dalam penyusunan kontrak konsultan pendamping antara PT BGR dengan PT PTP tidak dilakukan kajian dan perhitungan yang jelas dan sepenuhnya ditentukan secara sepihak oleh Kuncoro. Mereka pun membuat satu konsorsium sebagai formalitas dan tidak pernah sama sekali melakukan kegiatan distribusi bansos beras.

Pada September hingga Desember 2020, Roni Ramdani menagih pembayaran uang muka dan uang termin jasa pekerjaan konsultan ke PT BGR dan telah dibayarkan sejumlah sekitar Rp151 miliar yang dikirimkan ke rekening bank atas nama PT PTP.

Diketahui, terdapat rekayasa beberapa dokumen lelang dari PT PTP dengan kembali mencantumkan backdate.

Kemudian, pada Periode Oktober 2020 sampai dengan Januari 2021, terdapat penarikan uang sebesar Rp125 Miliar dari rekening PT PTP yang penggunaannya tidak terkait sama sekali dengan distribusi bantuan sosial beras.

Para tersangka pun dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button