Market

Paksaan Ekspor Nikel, Menko Airlangga Lawan Gaya Kolonialisme WTO

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengeluhkan gaya kolonialisme gaya baru terjadi pada komoditas nikel. Indonesia dipaksa wajib mengikuti kebijakan tertentu.

“Jadi kalau ada negara lain memaksa kita untuk mengekspor komoditas, itu sering saya sebut sebagai imperialism regulation, regulator yang imperialisme,” kata Airlangga yang dikutip saat ditemui saat Penganugerahan Pemengan Lomba Resensi Buku “Pemberayaan UMKM” di Jakarta Pusat, Selasa (27/6/2023)).

Dalam putusan hasil World Trade Organization (WTO), meminta Indonesia mengekspor nikel ke luar negeri. Artinya, kebijakan pemerintah RI melarang ekspor nikel wajib dibatalkan. Padahal larangan ekspor nikel mentah tersebut dalam rangka hilirisasi hasil bumi agar negara bisa merasakan nikmatnya nilai tambah.

“Sekarang kolonialisme baru itu dilakukan seperti itu, di mana kita diminta mengekspor komoditas-komoditas yang tidak boleh ‘melakukan nilai tambah’,” ungkap Airlangga.

Untuk itu Airlangga menegaskan, pemerintah akan terus memperjuangkan haknya dalam kepemilikan dan pengelolaan sumber daya alam. Meskipun pada akhir Oktober 2022 lalu, RI dinyatakan kalah dalam gugatan pertama di Uni Eropa terkait larangan kebijakan ekspor bijih nikel di WTO.

WTO memutuskan kebijakan larangan ekspor bijih nikel Indonesia dinilai telah melanggar Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) XX (d) GATT 1994. Atas putusan tersebut, Pemerintah Indonesia mengajukan banding.

“Kita akan terus pergi banding karena yang kita ekspor bukan tanah air, tapi nilai tambah,” tegasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button