Market

Sinar Mas Group Serobot Lahan Warga Jambi Demi Gurita Bisnis

Sinar Mas Group (SMG) mengelola Asia Pulp and Paper dan beberapa anak perusahaan lainnya terus memasok minyak sawit, pulp dan kertas ke perusahaan merek-merek dunia. Kontan saja, bank global terus mengucurkan kredit lebih banyak ke SMG. Tetapi bagaimana kepedulian SMG terhadap masyarakat lokal?

Merek-merek dunia seperti Mars, Mondelēz, Procter & Gamble, Nestlé, Unilever, Colgate-Palmolive, PepsiCo, dan Kao, semuanya menggunakan minyak sawit milik SMG untuk memproduksi makanan ringan, mie instan, dan barang konsumsi rumah tangga lainnya yang dijajakan di rak-rak toko di nusantara.

Perusahaan merek Jepang Nissin juga kemungkinan terimplikasi karena mereka membeli dari Fuji Oils yang kemudian membeli dari SMG. Nestlé bersama banyak perusahaan lain juga gagal mengungkap pemasok kertas mereka dan masih membeli pulp dan kertas melalui APP.

SMG juga merupakan penerima pinjaman bank terbesar, dengan nilai kredit mencapai USD 20 miliar dalam lima tahun terakhir (2015-2021). Bahkan beberapa bank pemberi pinjaman terbesar adalah bank-bank Indonesia, seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Negara Indonesia (BNI), bersama dengan dua bank raksasa Jepang Mizuho Financial Group dan Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG), serta bank Malaysia CIMB dan bank Cina ICBC.

Padahal perusahaan merek-merek dan bank ini memiliki kebijakan publik dan komitmen untuk menegakkan HAM

Sejak beroperasi pada tahun 1996/97, PT Wirakarya Sakti (WKS) dan PT Rimba Hutani Mas (RHM) yang berada di bawah bendera Sinarmas Group (SMG) telah menguasai hutan Jambi seluas 357.461 Ha. Sekitar sepuluh anak perusahaan Sinarmas lainnya terus mengincar dan berupaya mendapatkan izin perluasan areal Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) seluas 432.677 Ha pada hutan ek HPH yang masih tersisa di Provinsi Jambi.

Dalam laporannya, Komunitas Konservasi Indonesia Warsi menyebutkan dari 2,2 juta kawasan hutan Jambi, seluas 871.776 Ha atau sekitar 40 persen telah mengalami kerusakan. “Di antara penyebab utamanya adalah ekploitasi oleh perusahaan HPHTI, menyusul pembangunan perkebunan kelapa sawit,” demikian mengutip dalam laporan resminya, Juli 2019.

KKI-Warsi merupakan organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan pendampingan masyarakat di dalam dan sekitar hutan Jambi.

Sementara kawasan hutan yang masih tersisa pada eks HPH –tak terkecuali kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Tiga Puluh– terus diincar dan dibabat untuk memenuhi bahan baku pabrik kertas dan tissu yang juga milik mereka. Konflik perampasan lahan dan tanah rakyat Jambi, intimidasi dan tindakan kekerasan dalam beragam bentuk kerap dilakukan anak perusahaan Sinarmas.

Petani di 5 Kabupaten di Provinsi Jambi (Tanjab Barat, Tanjab Timur, Muaro Jambi, Batanghari dan Tebo) telah kehilangan lahan seluas 41.000 Ha. Masyarakat korban yang memperjuangkan lahan mereka, diteror, ditangkap, dipencarakan bahkan ada yang meninggal dunia akibat tembakan aparat brimob bayaran Sinarmas.

Sinarmas Group adalah pelaku utama dalam bisnis HPHTI di Jambi. Dalam melancarkan bisnisnya di Jambi, Sinarmas telah menghancurkan kawasan hutan alam tersisa, mengakibatkan punahnya puluhan bahkan ratusan ribu satwa dan spesies endemik lainnya. Ribuan hektar lahan gambut bernilai konservasi tinggi juga telah disulap menjadi areal HPHTI.

Sementara kawasan hutan yang masih tersisa pada eks HPH –tak terkecuali kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Tiga Puluh– terus diincar dan dibabat untuk memenuhi bahan baku pabrik kertas dan tissu yang juga milik mereka. Konflik perampasan lahan dan tanah rakyat Jambi, intimidasi dan tindakan kekerasan dalam beragam bentuk kerap dilakukan anak perusahaan Sinarmas.

Petani di 5 Kabupaten di Provinsi Jambi (Tanjab Barat, Tanjab Timur, Muaro Jambi, Batanghari dan Tebo) telah kehilangan lahan seluas 41.000 Ha. Masyarakat korban yang memperjuangkan lahan mereka, diteror, ditangkap, dipencarakan bahkan ada yang meninggal dunia akibat tembakan aparat yang mendukung Sinarmas.

Tumpukan konflik dan masalah sosial, ekonomi dan lingkungan yang mengancam masa depan Jambi yang hingga kini belum terselesaikan, menjadi dasar bagi kami untuk mengatakan bahwa Sinarmas tak pantas menyandang predikat “Sertifikasi Hutan Lestari”.

Sementara Juru bicara PT WKS, Kurniawan DJ menyatakan, pihaknya tidak benar melakukan apa yang seperti ditudingkan masyarakat tersebut. “Kita sudah berupaya berbuat baik, antara lain dengan menjalin kerjasama dengan pihak Persatuan Petani Jambi dengan membuka lahan pola kemitraan dengan bentuk proyek Hutan tanaman Rakyat,” ujarnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button