News

Mirip-mirip di Indonesia, Kim Jong Un Siapkan Putrinya untuk Suksesi?


Reformasi pemilu Korea Utara memicu spekulasi bahwa Kim Jong Un sedang mempersiapkan putrinya untuk suksesi di tengah masyarakat yang sangat patriarki. Mirip-mirip seperti yang terjadi di Indonesia yang disebut-sebut tengah mempersiapkan dinasti politik untuk kursi kepemimpinan nasional pada Pilpres 2024.

Sojin Lim peneliti Asia Pasifik dan Pemimpin Kursus MA Studi Korea Utara di Universitas Central Lancashire mengungkapkan, tahun ini, secara tidak biasa, Korea Utara memperbolehkan lebih dari satu kandidat untuk mengikuti pemilu lokal. Berdasarkan undang-undang baru yang diperkenalkan Agustus tahun ini, para pemilih kini diminta memilih dua kandidat untuk majelis lokal dan regional Korea Utara. 

“Kemudian pada pemungutan suara kedua, mereka menyetujui atau tidak menyetujui calon yang menang dengan meletakkan kertas suaranya di kotak hijau (setuju) atau kotak merah (tidak setuju),” kata Sojin Lim, dalam tulisannya di The Conversation, kemarin.

Juru bicara kementerian unifikasi Korea Selatan menolak perubahan tersebut sebagai upaya untuk memberikan kesan demokrasi pada saat masyarakat Korea Utara menghadapi kesulitan ekonomi yang parah. Hal itu juga sebagai upaya untuk meningkatkan citra negara di kancah internasional.

“Faktanya, tidak hanya semua kandidat dipilih oleh negara tetapi kotak suara juga diawasi secara ketat. Jadi ada banyak skeptisisme mengenai sejauh mana “reformasi” ini dilakukan,” tambah Lim.

Hasilnya masih dapat diprediksi: Menurut kantor berita Korea Utara, KCNA, sekitar 99 persen masyarakat masih memilih kandidat yang disetujui. Sepertinya perubahan demokratis apa pun tidak akan mengubah struktur kekuasaan dinasti Korea Utara. Namun sekarang tampaknya Kim Jong Un sedang mempersiapkan seorang anak perempuan, untuk menjadi “Pemimpin Tersayang” berikutnya.

Sedikit yang diketahui tentang anak-anak Kim. Dia dilaporkan memiliki tiga anak: Dua perempuan dan satu laki-laki. Bintang bola basket AS Denis Rodman – yang dekat dengan kepemimpinan Korea Utara – melaporkan pada tahun 2013 bahwa Kim memiliki seorang bayi perempuan, Ju Ae, yang diperkirakan berusia 11 atau 12 tahun saat ini.

Dia pertama kali muncul di surat kabar negara Korea Utara, Rodong Sinmun, pada 19 November 2022, menemani Kim menyaksikan peluncuran rudal balistik antarbenua Korea Utara. Dia kemudian muncul lagi di Korean Central Television Korea Utara pada 1 Januari tahun ini. Kali ini, dia sedang memeriksa hulu ledak nuklir bersama ayahnya. Bulan berikutnya, dia bersama Kim di sebuah upacara untuk memperingati 75 tahun berdirinya tentara Korea Utara.

“Secara tradisional, pemimpin Korea Utara memegang kekuasaan melalui kendali atas “trinitas” militer, partai, dan rakyat. Jadi analis akan mengawasi untuk melihat apakah Ju Ae terus berada di jalur ini,” tambah Sojin Lim.

Awal dari Dinasti Kim

Menilik catatan sejarah, pemimpin pertama dinasti Kim, Kim Il Sung, mulai mencalonkan putranya Kim Jong Il untuk berkuasa pada awal 1970-an ketika ia berusia awal 30-an. Ia diangkat menjadi orang nomor dua di Partai Pekerja Korea (KWP) pada September 1973 dan terpilih menjadi biro politik komite pusat partai pada Februari 1974.

Kim Jong Il menghabiskan beberapa tahun berikutnya untuk mengkonsolidasikan kekuatan politiknya dan pada bulan Oktober 1980, di Kongres KWP ke-6, ia secara resmi ditunjuk sebagai penerus ayahnya. Pada bulan September 1991 Kim Jong Il diangkat sebagai panglima tertinggi Tentara Rakyat Korea.

Pada pada 1992, Kim Il Sung secara terbuka menyatakan bahwa putranya bertanggung jawab atas semua urusan dalam negeri di Republik Rakyat Demokratik. Kim Jong Il menyampaikan pidato publik pertamanya pada tahun 1992. Jadi pada tahun 1994, ketika Kim Il Sung meninggal pada usia 82 tahun, putranya dengan sengaja dan hati-hati dipersiapkan dengan ketiga lengan trinitas: tentara, partai, dan rakyat.

Suksesi Tidak Selalu Berjalan Mulus

Suksesi berikutnya karena kematian ayahnya pada tahun 2011 terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga. Kim Jong Il mulai mempersiapkan putra ketiganya untuk menjadi pemimpin pada tahun 2002, melewati dua putra tertuanya. Putra sulung Kim Jong Nam didiskualifikasi karena ibunya berasal dari Korea Selatan dan beberapa anggota keluarganya membelot. Untuk sementara, sepertinya putra kedua Kim Jong Chol akan ditunjuk sebagai penerusnya, namun diperkirakan ia diabaikan karena kurangnya ambisi.

Sempat muncul kekhawatiran tentang Kim Jong Un. Di bawah sistem kasta Korea Utara yang kaku, songbun, Ko Yong Hui, ibu dari Kim Jong Un berasal dari tingkat paling bawah, lahir di Jepang dari keturunan Korea. Dilaporkan bahwa Kim Jong Il mencoba menghapus catatan resmi untuk mengaburkan asal usulnya yang tidak tepat.

Setelah menempuh pendidikan di sekolah internasional di Swiss, Kim Jong Un bersekolah di National War College di Pyongyang dari 2002 hingga 2007. Laporan mengenai Kim Jong Un yang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin mulai muncul pada 2008 dan pada 2010 ia diangkat setara dengan seorang jenderal bintang empat dan menghadiri perayaan HUT ke-65 KWP bersama ayahnya. Ketika Kim Jong Il meninggal pada Desember 2011, pelatihan putranya belum selesai dan posisinya rentan. Dia bergerak cepat untuk mengambil kendali militer dan partai.

Selama beberapa tahun berikutnya, Kim Jong Un mengkonsolidasikan posisinya dengan serangkaian pembersihan, termasuk pembersihan pamannya Jang Song Thaek, yang bertindak sebagai wali setelah kematian Kim Jong Il dan dilaporkan telah dieksekusi oleh regu tembak.

Jalan Kim Ju Ae Menuju Kepemimpinan

Masih menurut Sojin Lim, melihat sejarah dinasti politik ini, Kim Jong Un kemungkinan besar menyadari perlunya memberikan waktu untuk mempersiapkan penggantinya. Ini yang memicu dugaan kemunculan Kim Ju Ae, meski usianya masih sangat muda.

Bulan lalu, Kim Jong Un menyebut putrinya sebagai “Jenderal Bintang Kejora”, yang memicu spekulasi serius di kalangan pengamat Korea. Kim Il Sung sang dinasti pertamanya mendapat sebutan sebagai “Bintang Kejora” pada tahun 1920-an dan 1930-an ketika ia muncul sebagai pejuang kemerdekaan saat Korea diduduki oleh Jepang.

Namun pertanyaan besarnya adalah seberapa mudah bagi Kim Jong Un melegitimasi suksesi putrinya dalam masyarakat yang sangat patriarkal. Hal ini akan melibatkan perubahan baik dalam masyarakat maupun negara, sementara gagasan dinasti Kim tetap utuh.

Jadi mungkin saja reformasi pemilu yang terjadi baru-baru ini merupakan sinyal bahwa Kim Jong Un sedang mempersiapkan negara yang sangat konservatif ini untuk menghadapi perubahan yang lebih besar di masa depan.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button