News

Dugaan Kepentingan Politik di Balik Terpilihnya Arsul Sani sebagai Hakim MK

Terpilihnya anggota Komisi II DPR asal Fraksi Partai  Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memunculkan kekhawatiran soal adanya kepentingan politik. Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin, kekhawatiran menyangkut hal itu wajar karena DPR selama ini kerap menaruh koleganya di berbagai lembaga negara.

“Jadi apakah ada kepentingan politik ya mungkin saja ada, bisa jadi terjadi. Apakah ada permainan politik bisa jadi ada, kan seperti yang kita tahu bahwa DPR ini selama ini ya menyimpan kolega-koleganya di banyak institusi,” kata Ujang kepada Inilah.com, dikutip, Kamis Rabu (28/9/2023).

Dia menjelaskan, terpilihnya Arsul Sani yang notabene berlatar anggota DPR sebagai hakim MK bukan kali pertama. Sebelumnya, juga sudah ada beberapa sosok hakim MK yang berasal dari DPR RI.

“(Misal) Patrialis Akbar (dulu) juga dari DPR juga,” ujar Ujang.

Menurut Ujang, DPR merupakan lembaga politik yang tentu memiliki kepentingan politik, di lembaga lain.

“Maka menempatkan kolega-koleganya di tempat lain itu, ya itulah lembaga politik pasti akan bermain di wilayah politik, walaupun banyak konflik kepentingan dengan banyak kritik dari publik,” jelasnya.

Meski begitu, Ujang mengakui, keputusan Komisi III DPR menetapkan Arsul Sani sebagai hakim MK juga tak terlepas dari aspek kapasitas. Terlebih, Arsul sebelumnya juga lama bertugas di Komisi III DPR sebelumnya.

Soal apakah terpilihnya Arsul Sani bagian dari strategi politik pihak tertentu jelang Pemilu 2024, Ujang tak menampiknya kendati ia juga enggan berspekulasi terlalu jauh.

“Ya tergantung jiwa kenegarawannya pak Arsul Sani, (apakah kewenagannya digunakan) untuk kepentingan pribadi dan golongan, ataukah untuk kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara akan terlihat nanti dari keputusan MK yang ke depan,” tutup Ujang.

Diketahui, Komisi III DPR RI menyepakati Anggota Komisi II DPR sebagai hakim MK untuk mengisi posisi Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams. Sebab, Wahiduddin Adams memasuki masa pensiun.

Menurut Wakil Ketua Komisi III DPR, Adies Kadir, kesepakatan itu mencuat setelah Komisi III DPR melakukan fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan terhadap tujuh orang calon hakim MK.

“Jadi dari sembilan fraksi, semua mengusulkan satu nama bapak Arsul Sani. Kemudian pimpinan rapat menanyakan kembali apakah dapat disetujui, kemudian semuanya menyetujui,” kata Adies di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).

Dalam prosesnya, Arsul menjadi kandidat terakhir yang menjalani fit and proper test. Selanjutnya, Komisi III DPR melakukan rapat pleno secara tertutup untuk mengambil keputusan serta mendengarkan pandangan sembilan fraksi terkait satu nama yang akan diusulkan menjadi hakim MK. Hasilnya, sembilan fraksi memilih Arsul.

Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto membeberkan alasan Komisi III memilih Arsul Sani sebagai hakim MK didasari nasib DPR yang kerap dicueki ketika MK memutuskan pembatalan aturan tertentu dalam suatu undang-undang buntut adanya permohonan judicial review atau ujiu materi.

“Kita tidak pernah diajak bicara, tiba-tiba dibatalkan. Kita sudah kerja keras (membuat undang-undang) dibatalkan, kenapa? Karena mohon maaf dari (hakim MK yang diusulkan) DPR kemarin tidak ada satu pun yang punya profesi sebagai (anggota) DPR, memahami SOP yang ada di DPR,” kata Bambang.

Bambang menjelaskan, langkah Komisi III DPR memilih Arsul sebagai hakim konstitusi di MK juga tidak terlepas dari latar pendidikannya.

“Beliau memang menguasai dari sarjananya juga (bidang) hukum dan berkecimpung di hukum dan utamanya di DPR sekaligus dia wakil ketua MPR,” ujar Bambang.

Arsul sendiri sudah menyatakan siap mundur dari posisi anggota DPR, wakil ketua MPR maupun jabatan wakil ketua umum di  PPP.

“Konsekuensinya ya berhenti dari DPR, mundur sebagai pimpinan MPR, bahkan mundur sebagai anggota partai politik,” kata Arsul.

Hal itu, kata dia menjelaskan, sesuai dengan Undang-Undang (UU) MK yang menyebutkan hakim MK tidak boleh menjadi anggota parpol dan pejabat negara.

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button