News

Catatan Akhir Tahun MIPI: Indonesia Masih Terjebak dalam “Bad Governance”

Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) memberikan beberapa catatan terkait penyelenggaraan pemerintahan Indonesia sepanjang tahun 2022. Salah satunya, Indonesia dipandang masih terperangkap ke dalam kecenderungan bad governance atau buruknya tata kelola pemerintahan.

Berdasarkan data yang dilansir Kementerian Dalam Negeri, terdapat sedikitnya 457 kepala daerah hasil pilkada langsung yang melakukan korupsi dan penyalahgunaan dana APBD, yang juga dilakukan oleh anggota DPRD secara berjamaah.

“Para penyelenggara negara dan pemerintahan bahkan terperangkap dalam korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Pertanyaan kita sebagai akademisi adalah apa yang salah dengan demokrasi kita? Apa yang salah dengan Pemilu dan pemerintahan Indonesia saat ini? Ini untuk perbaikan tentunya bukan hanya untuk didiskusikan,” ujar Wakil Ketua II MIPI yang juga Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro dalam Webinar Bincang Akhir Tahun bertema Refleksi dan Prediksi Penyelenggaraan Pemerintahan Indonesia, Jumat (30/12/2022).

Siti Zuhro menambahkan, secara teoritis sistem demokrasi yang telah menghasilkan para anggota parlemen pilihan rakyat dan kepala-kepala pemerintahan produk Pilkada langsung semestinya berdampak positif pada meningkatknya kualitas kinerja dan akuntabilitas pemerintah hasil Pemilu.

Namun sayangnya, hal itu tidak terjadi di lapangan. Indonesia di era reformasi terperangkap ke dalam buruknya tata kelola pemerintahan karena tidak adanya kepemimpinan, lemahnya manajerial, dan minimnya tanggung jawab politik para pejabat publik yang dihasilkan Pemilu.

Konflik Laten

Sementara Dewan Pakar MIPI/Direktur Politeknik STIA LAN Jakarta Nurliah Nurdin menyoroti proses dan tahapan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), pemekaran daerah Papua untuk percepatan pembangunan, hingga pembangunan jalan tol dan perbaikan infrastruktur lainnya.

Dari berbagai kondisi tersebut, ia mengkritisi terkait pembentukan kebijakan yang berjalan begitu cepat. “Di antara kaleidoskop yang ada di tahun 2022, kita melihat ada proses-proses pengambilan kebijakan yang begitu cepat,” tuturnya.

Di sisi lain, Ketua Bidang Pengkajian dan Penelitian MIPI/Dosen Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menjelaskan, pada tahun 2022 ini masih terjadi konflik laten dalam pemerintahan yang terjadi secara berulang-ulang yaitu terkait Keraton Solo dan Keraton Yogyakarta.

Dirinya mendesak untuk adanya penguatan kebijakan negara dalam penyelesaian konflik dua keraton tersebut sehingga terwujud tatakelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel serta membangun kepercayaan publik.

Adapun Asisten Khusus Kepala BIN Bidang Komunikasi dan Propaganda Wawan Purwanto juga turut memberikan catatannya. Dia menyebut beberapa tren yang mungkin terjadi seperti adanya ketegangan geopolitik dunia yang menimbulkan terjadinya krisis global.

Hal itu dikarenakan terjadinya kenaikan harga minyak, resesi yang melanda Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS), rivalitas Tiongkok dan AS, Indonesia yang memasuki tahun politik 2023-2024, hingga tren sosial media yang dimanfaatkan oleh kelompok radikal.

“Beragam eskalasi konflik pada tingkat global tentunya menimbulkan ketidakpastian. Hal tersebut juga menyebabkan menjadi sulit untuk melakukan prediksi ekonomi ke depan. Sehingga ekonomi dunia berada dalam situasi yang serba tidak pasti,” ucap Wawan.

Dia menegaskan, dengan berfokus pada kesadaran risiko yang terjadi pada masa depan akan memberikan satu deteksi dini. Sehingga diharapkan ke depannya dapat melakukan mitigasi risiko berbagai potensi kerawanan yang terjadi.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button