News

Tanpa Lepas Toga Advokat, Pengacara Lukas Enembe Berlabuh di Rutan KPK

Pengacara Gubernur Papua nonaktif Lukas Enambe, Stefanus Roy Rening “berlabuh” atau menjejakkan kaki di Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya, Roy ditahan lembaga antirasuah terkait status tersangkanya dalam kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi yang menjerat Lukas Enembe.

“Tim penyidik KPK menahan SRR (Stefanus Roy Rening) untuk 20 hari pertama, mulai 9 hingga 28 Mei 2023 di cabang Rutan KPK pada Markas Komando Puspomal, Jakarta Utara,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2023).

KPK mengumumkan penahanan Roy setelah memeriksanya sekitar enam jam. Ia digiring petugas KPK dari ruang pemeriksaan mengenakan rompi tahanan berwarna oranye. Menariknya, Roy tetap menggunakan baju toga advokat bewarna hitam di balik rompi tahanan KPK yang dikenakannya. Baju toga advokat ini memang dikenakannya sejak Selasa pagi saat datang ke KPK guna menjalani pemeriksaan.

Lebih lanjut, pria paruh baya itu sempat tersenyum ke awak media meski tampak dipaksakan dan mengangkat jempol jarinya dengan kondisi tangan terborgol.

Sebelumnya, Roy mengaku sengaja memakai toga advokat sebagai simbol profesi yang digelutinya sedang berduka. Pasalnya, ia menyebut, sebagai pengacara, dia punya hak imunitas atau kebal hukum saat membela Lukas Enembe.

“Ini simbolisasi bahwa advokat sedang berduka hari ini karena KPK pelaksana undang-undang (UU). Jadi jangan hanya melihat UU Tindak Pidana Korupsi tapi harus melihat UU lain yang mengikuti dan juga harus menjadi acuan mereka,” kata Roy menegaskan.

Konstruksi Kasus

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan, konstruksi kasus tersebut berawal saat Roy berkenalan dengan Lukas Enembe. Saat itu, LE maju dalam Pemilihan Gubernur Papua dan terus berkomunikasi.

Selanjutnya, Lukas Enembe yang menjabat Gubernur Provinsi Papua ditetapkan KPK sebagai tersangka suap dan gratifikasi dalam proyek pengadaan infrastruktur di Provinsi Papua. Lukas menunjuk Roy sebagai ketua tim kuasa hukum yang akan mendampingi selama proses hukum berlangsung di KPK.

Namun, dalam menghadapi proses hukum tersebut, diduga Roy dengan iktikad tidak baik dan menggunakan cara-cara melanggar hukum.

Dia diduga menyusun beberapa rangkaian skenario berupa memberikan saran dan memengaruhi ke beberapa pihak yang akan dipanggil sebagai saksi oleh tim penyidik agar tidak hadir memenuhi panggilan.

Yang bersangkutan juga diduga memerintahkan pada salah satu saksi agar membuat testimoni dan pernyataan yang berisi cerita tidak benar terkait kronologis peristiwa dalam perkara yang sedang dilakukan penyidikan oleh KPK. Tujuannya, untuk menggalang opini publik sehingga sangkaan yang ditujukan oleh KPK terhadap Lukas Enembe dan pihak lain yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dinarasikan sebagai kekeliruan.

Penyusunan testimoni juga diduga dilakukan di tempat ibadah agar meyakinkan dan menarik simpati masyarakat Papua yang dapat berpotensi menimbulkan konflik.

Roy diduga juga menyarankan dan memengaruhi saksi lainnya agar jangan menyerahkan uang sebagai pengembalian atas dugaan hasil korupsi yang sedang diselesaikan KPK.

Atas saran dan pengaruh Roy, pihak-pihak yang dipanggil secara patut dan sah menurut hukum sebagai saksi, tidak hadir tanpa alasan yang jelas.

“Atas tindakan SRR dimaksud, penyidikan perkara yang dilakukan tim penyidik KPK secara langsung maupun tidak langsung menjadi terintangi dan terhambat,” ujar Ghufron.

Pasal yang dipersangkakan kepada SRR adalah Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button