Kanal

Ramai-ramai ‘Jewer’ Jokowi, Panggilan Nurani atau Diorkestrasi?


Tidak ada yang kebetulan dalam politik. Bukan mustahil gencarnya beragam serangan dan kritikan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) jelang hari pencoblosan adalah sebuah orkestrasi, benarkah?

Situasi makin panas, jelang 10 hari gelaran Pemilu 2024. Sejumlah sivitas akademika dari beberapa perguruan tinggi di Indonesia menyampaikan kritik terhadap Presiden Jokowi, alasannya seragam, yakni menolak Jokowi cawe-cawe dan mencederai demokrasi dalam gelaran pilpres.

Petisi pertama kali datang dari sivitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) yang terdiri dari alumni, guru besar, dosen hingga mahasiswa. Para sivitas akademika itu menamakan kritikan mereka sebagai ‘Petisi Bulaksumur’, Rabu (31/1/2024). Mereka mengultimatum para pejabat negara, penegak hukum, aktor politik hingga Presiden Jokowi untuk kembali pada koridor demokrasi yang sehat, buntut dari dugaan keberpihakan untuk memenangkan paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

“Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada,” bunyi petisi Bulaksumur, dibacakan oleh Prof Koentjoro selaku perwakilan.

Seakan bisa meramal masa depan, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto memprediksi peringatan para sivitas akademika UGM akan berlanjut dan diikuti oleh perguruan tinggi lain. Ia menyebut, gerakan ini merupakan gambaran dari nurani yang terusik, buah dari pencermatan atas berbagai tindakan menyimpang terhadap prinsip-prinsip moral demokrasi di Indonesia belakangan ini.

post-cover
Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto (kiri) di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (3/2/2024). (Foto: Inilahcom/Vonita).

“Ini kami yakini akan diikuti oleh perguruan tinggi yang lainnya. Ini bukan demi kemenangan kami, tetapi kemenangan rakyat agar rakyat juara. Ini demi demokrasi yang berasal dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat,” kata Hasto dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (1/2/2024).

Prediksi Hasto tepat! Keesokan harinya, Jumat (2/2/2024), muncul petisi yang dikeluarkan oleh Dewan Guru Besar (DGB) UI dengan tajuk Seruan Kebangsaan Kampus Perjuangan ‘Genderang UI Bertalu Kembali’. Harkristuti Harkrisnowo selaku Ketua DGB mengaku, pihaknya merasa terpanggil untuk menabuh genderang terhadap ketidakadilan yang terjadi di akhir pemerintahan Jokowi. “Negeri kami nampak kehilangan kemudi akibat kecurangan dalam perebutan kekuasaan. Nihil etika, menggerus keluhuran budaya serta kesejatian bangsa,” ucapnya, Jumat (2/2/2024).

Seperti ramalan Hasto, petisi ini pun berlanjut. Turut disuarakan juga oleh sivitas akademika dari Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Andalas (Unand), Universitas Hasanuddin (Unhas) dan juga Universitas Padjajaran (Unpad). 

Semuanya mengeklaim gerakan ini adalah panggilan nurani untuk menjaga demokrasi di Indonesia. Tapi belakangan, mencuat dugaan bahwa gerakan ini dimobilisasi atau diorkestrasi oleh pihak tertentu. Muncul sebuah gambar di jagat media sosial yang menarasikan sebuah sesi foto, para aktor balik layar petisi UGM.

post-cover
Foto yang dinarasikan keterlibatan oknum  aktivis di Pusat Studi Pancasila yang berafiliasi ke PDIP atas petisi sivitas akademika UGM. (Foto: Instagram @koalisi.indonesia.maju).

Dalam gambar itu, terlihat sekelompok orang berpose bersama. Salah satu orang yang tak disebut namanya, dalam foto itu terlihat melakukan pose tiga jari, ditengarai sebagai simbol dukungan bagi paslon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud Md, yang diusung koalisi partai politik pimpinan PDIP. 

Menariknya, dalam sesi foto itu terlihat sosok yang diduga mirip eks ketua DPD PDIP Yogyakarta, Bambang Praswanto. Dari foto yang tersebar ini, muncul dugaan bahwa dalam gerakan petisi ini ada campur tangan segelintir oknum aktivis di Pusat Studi Pancasila yang berafiliasi ke PDIP. Para sosok yang diduga aktor dari petisi ini dilingkari warna biru.

Terkait kemunculan petisi, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Erwin Aksa menilai isu-isu yang diangkat kurang kuat landasannya. Ia tak menampik soal ada upaya men-downgrade-kan Jokowi, untuk kepentingan politik. “Isu-isu yang diangkat enggak ada landasan konstitusinya. (Hanya) upaya-upaya untuk menurunkan kredibilitas Jokowi. Musim pemilu memang isu-isu seperti itu biasa berkembang,” ujarnya kepada Inilah.com, Sabtu (3/2/2024).

Sementara, Presiden Jokowi menanggapi dengan tenang atas kritikan yang datang bertubi-tubi ini. Jokowi mengaku sangat menghormati aspirasi dari berbagai sivitas akademika tersebut. Menurutnya, petisi tersebut merupakan hak mereka dalam dunia demokrasi. “Ya itu hak demokrasi setiap orang boleh berbicara berpendapat, silakan,” kata Jokowi di Jakarta pada Jumat (2/2/2024).

Berbeda dari Jokowi, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana, dengan tegas mengatakan ada upaya yang sengaja mengorkestrasi narasi politik tertentu untuk kepentingan elektoral. “Strategi politik partisan seperti itu juga sah-sah saja dalam ruang kontestasi politik,” kata Ari dalam pesan singkat pada  Jumat (2/2/2024).

Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia pun ikut menyoroti soal petisi sivitas akademika yang mengkritik Jokowi. Bahlil mempertanyakan demokrasi macam apa yang telah dilanggar oleh Jokowi sehingga para sivitas akademika mengeluarkan petisi. Bahlil curiga ada yang sudah kalut merasa dukungan elektoralnya tidak memungkinkan untuk memenangkan kontestasi pilpres.

post-cover
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia (Foto: Antara)

“Contoh dulu pemakzulan. Contoh dulu etika. Contoh sekarang bilang koalisi pasangan tertentu dengan yang lainnya, paslon nomor 1 dan 3 katakanlah begitu. Sehabis itu enggak mempan bikin lagi pilihan nomor berapa lagi. Sudah lah, tunggu 14 Februari aja. Insya Allah barang (paslon nomor 2) ini menang,” ujarnya.

Dugaan orkestrasi juga disampaikan oleh Menko Perekonomian sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Ia menilai petisi yang disampaikan kalangan akademisi dari sejumlah universitas kepada pemerintah merupakan ungkapan kritik oleh tokoh tertentu yang memakai nama kampus. “Saya juga dari Bulaksumur (UGM). Petisi itu kan (dari) tokoh yang memakai nama kampus,” ucapnya.

Sivitas Akademika Terbelah?

Dugaan mengorkestrasi sejumlah sivitas akademika, makin menguat setelah muncul pernyataan tandingan yang membela Jokowi. Kelompok masyarakat yang tergabung dalam Maklumat Alumni Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta seluruh Indonesia menilai pemerintah dan Presiden Jokowi tidak pernah mencederai demokrasi.

Alumni Universitas Trisakti, Tommy Rahaditia merasa aneh dengan maraknya narasi negatif yang menyudutkan Jokowi. Para alumni ini berkumpul dan bersuara atas narasi yang jauh dari koridor kritikan. Menurutnya, kampus seharusnya bertindak netral dan tidak bermain dalam politik praktis. 

Dia juga menyayangkan maraknya penggunaan simbol universitas ketika melayangkan narasi negatif tersebut. Menurutnya, penggunaan simbol itu ada aturannya dan tidak bisa digunakan sembarangan. “Kalangan kampus seharusnya tidak melakukan politik praktis. Ada aturan mainnya,” kata Tommy di Jakarta, Jumat (2/2/2024).

post-cover
Kelompok masyarakat yang tergabung Maklumat Alumni Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta. (Foto: Inilah.com/Clara Anna).

Sejumlah rektor dari berbagai kampus di tanah air pun memberikan semangat dan mengapresiasi kinerja Presiden Jokowi selama memimpin Indonesia sembilan tahun terakhir. Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Jebul Suroso menyampaikan, Jokowi telah banyak bekerja untuk Indonesia. Dia menilai kepemimpinan presiden sangat menentukan dalam mengambil sikap di tengah situasi sulit yang dihadapi dunia.

Jebul mengapresiasi warisan (legacy) kinerja yang telah dilakukan Jokowi untuk kemajuan bangsa Indonesia. “Di momen pemilihan presiden mudah-mudahan Bapak Presiden dan bangsa Indonesia bisa memperoleh pemimpin untuk melanjutkan kinerja dari bapak Presiden Joko Widodo,” kata dia, dalam keterangannya, Jumat (2/2/2024).

Senada dengan Jebul, Rektor Universitas Darul Ulum Islamic Centre Sudirman (Undaris) Semarang Hono Sejati juga mengapresiasi kepemimpinan Jokowi. Penanganan COVID-19 yang diacungi jempol oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), ia jadikan sebagai salah satu contoh kinerja baik Jokowi. “Negara Indonesia membutuhkan pemimpin seorang negarawan yang inovatif, yang bisa menyatukan bangsa, yang dikemas dalam bingkai NKRI dalam hal ini ada dalam bapak Presiden RI yang ke-7 Bapak Ir Joko Widodo atau Bapak Jokowi,” tuturnya.

Dukungan lain juga datang dari Rektor Akademi Pelayaran Nasional Surakarta Hadi. Dia mengatakan Jokowi telah berhasil membangun infrastruktur yang baik, terutama dalam membangun konektivitas di dunia pelayaraan, salah satu terobosan yang paling menonjol adalah tol laut dan pembangunan sejumlah pelabuhan. Hadi berharap Pemilu 2024 dapat melahirkan pemimpin yang terbaik. “Selanjutnya kami sebagai warga juga berharap pada Pemilu 2024 akan menemukan pemimpin yang baik juga,“ kata Hadi. 

Bukan Barang Baru

Serangan dan kritik yang dilandasi tudingan keberpihakan Jokowi, sejatinya bukan barang baru. Jauh sebelum adanya petisi-petisi berbagai sivitas akademika, terlebih dulu bergulir gerakan memakzulkan Jokowi. Diawali sejumlah aktivis yang tergabung dalam Petisi 100 Penegak Daulat Rakyat yang menyatakan ada 10 alasan dilakukannya pemakzulan terhadap Jokowi. 10 alasan itu juga telah dilayangkan ke Gedung MPR pada 20 Juli 2023.

Akan tetapi keinginan memakzulkan ini terhalang aturan, sebagaimana yang pernah diutarakan Mahfud Md kala masih menjabat sebagai menko polhukam pada 9 Januari 2024. “Kalau 1/3 anggota DPR mengusulkan baru sidang pleno. Kalau 2/3 hadir sidang pleno bisa jalan. Kalau 2/3 yang hadir setuju pemakzulan bisa diputuskan. Bakal selesai setahun, prosesnya lama dan ada sidang pendahuluan dan lain-lain,” kata Mahfud kala itu.

post-cover
 Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Petisi 100 Penegak Daulat Rakyat. (Foto: Change.org) 

Seakan kecilnya peluang untuk memakzulkan, muncul wacana untuk ‘melumpuhkan’ Jokowi. Pakar Hukum Tata Negara UGM, Zainal Arifin Mochtar, salah satu pencetus ide ini. Ia menilai daripada Presiden Jokowi dimakzulkan, sebaiknya dipincangkan saja kekuasaannya atau istilahnya lame duck alias bebek lumpuh. Wacana ini ia cetuskan pada Senin (29/1/2024), dua hari sebelum muncul petisi dari sivitas akademika UGM.

Seiring dengan muncul wacana ini dan petisi-petisi—entah kebetulan atau tidak—muncul juga peristiwa mundurnya orang-orang di lingkaran Jokowi, memperkuat narasi sedang digulirkannya wacana ‘melumpuhkan’ Jokowi. Dimulai dari mundurnya Mahfud Md dari menko polhukam, Basuki Tjahaja Purnama dari kursi komisaris utama PT Pertamina, hingga mundurnya Jaleswari Pramodhawardani dari jabatannya sebagai deputi V Kantor Staf Kepresidenan. Ketiganya mundur dalam waktu berdekatan, periode 1-2 Februari 2024. Alasannya pun sama, fokus memenangkan paslon nomor urut 3, Ganjar-Mahfud di kontestasi pilpres.

Melihat rentetan upaya pemakzulan, wacana ‘melumpuhkan’ Jokowi, mundurnya orang-orang terdekat Jokowi hingga kemunculan petisi para sivitas akademika dari berbagai universitas, makin menguatkan dugaan soal orkestrasi yang dilakukan oleh pihak tertentu untuk tujuan elektoral Pilpres 2024. Benar atau tidaknya, biar waktu yang menjawab. [Rez/Clara]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button