News

Perludem: Di Tangan Hasyim Asy’ari KPU Alami Kemunduran Besar

Anggota Dewan Pembina Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, menyayangkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tak menyertakan daftar tiwayat hidup bakal caleg pada pengumuman Daftar Calon Sementara (DCS).

“Menjadi anomali ketika KPU justru tidak mengumumkan atau mempublikasikan riwayat hidup caleg pada saat pengumuman DCS dan memilih mengumumkannya saat penetapan Daftar Calon Tetap (DCT),” kata Titi kepada wartawan, Selasa (22/8/2023).

Menurut Titi, saat nantinya penetapan DCT seluruh caleg itu harus sudah dinyatakan bersih atau tidak lagi bermasalah. Maka, melalui DCS ini semesti publik diberi kesempatan menyisir dan ikut menyaring caleg-caleg yang tidak memenuhi syarat atau bermasalah agar tidak lolos ke penetapan DCT. “Itulah gunanya masukkan dan tanggapan yang diharap diberikan oleh pemilih saat pengumuman DCS,” tambah Titi.

Jika berkaca pada pemilu 2014 dan 2019, Titi menjelaskan bahwa KPU saat ini mengalami kemunduran yang begitu besar. Sebab, pada pemilu lalu pengumuman terhadap riwayat hidup relatif lebih aksesibel dibandingkan KPU saat ini.

“Padahal KPU yang sekarang kan sudah menggunakan teknologi informasi yang disebut dengan Silon atau Sistem Teknologi Informasi Pencalonan. Seluruh data sudah digitalisasi tidak ada alasan untuk kemudian justru mempersulit akses publik,” jelas dia.

Sementara itu, Titi menegaskan kalaupun memang ada informasi pribadi caleg yang perlu dilindungi KPU, maka bukan berarti seluruh informasi harus dirahasiakan. “Kalau ada informasi yang dikecualikan maka itu yang bisa ditutup sementara informasi lain bisa dibuka. Nah ketika KPU menyatakan ada informasi yang dikecualikan atau rahasia apakah KPU sudah melakukan uji konsekuensi yang menurut UU Keterbukaan Informasi Publik itu harus dilalui sebelum menyatakan sebuah informasi itu adalah rahasia,” pungkasnya.

Senada, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengatakan, jika dibandingkan dengan Pemilu tahun 2019, ia menilai KPU di era kepemimpinan Arief Budiman lebih jauh terbuka memberikan ruang kepada publik dengan sistem informasi, ketimbang KPU pimpinan Hasyim Asy’ari.

“Harusnya justru informasinya semakin baik, sehingga saya menilai hari ini semakin memburuk, kecuali KPU ingin memperbaiki. Jadi, momentum ini bukan sekedar salah ketik tetapi perlu audit internal dan evaluasi dan juga kami akan mencari informasi dan data yang relevan untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi,” ujar Kaka saat dihubungi Inilah.com, di Jakarta Selasa (22/8/2023).

Kaka juga meminta KPU untuk melakukan audit internal terkait salahnya memasukan jumlah data DCS pada pemilu legislatif 2024. Menurut Kaka, alasan KPU yang mengatakan pihaknya typo dan human error tidak bisa dijadikan dalih bagi kesalahan fatal tersebut.

Ia menjelaskan, alasan tersebut tidak bisa diterima nalar, lantaran proses penetapan DCS pastinya telah melalui beberapa rangkaian tahapan. “Sehingga kalau semuanya melalui proses informasi, maka yang namanya typo itu seharusnya tidak terjadi. Maka KPU minimal perlu melakukan audit internal,” jelas Kaka.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button