Market

Indonesia Cemas 2045 dan Sekeranjang Masalah Ekonomi Era Jokowi

Jelang Presiden Jokowi pensiun tahun depan, Lembaga Penyelidikan Ekonomi & Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM-FEBUI), membeberkan sekeranjang masalah ekonomi yang gagal diselesaikan. Warisan masalah bagi pemerintah selanjutnya. 

 

Dalam sebuah white paper bertajuk LPEM bagi Indonesia: Agenda Ekonomi dan Masyarakat 2024-2029, jelas-jelas menyebut sejumlah kegagalan ekonomi di era Jokowi.

Sehingga, jangan terlalu optimistis bahwa Indonesia bakal naik kelas, menjadi negara berpenghasilan tinggi pada 2045. Atau sering dinarasikan sebagai Indonesia Emas 2045.

Sebaiknya, kubur dalam-dalam mimpi Indonesia bakal sekelas China, Malaysia, Korea Selatan, Thailand, dan Brazil, ketika mereka pertama kali masuk dalam kelompok negara berpendapatan tinggi.

Dekan FEB-UI, Teguh Dartanti, salah satu penulis white paper itu, mengatakan, para capres dan cawapres saat ini, sebaiknya fokus kepada pengentasan kemiskinan, turunkan kesenjangan, penguatan kelas menengah yang inovatif.

Intinya, kata Teguh, kandidat pemimpin yang bakal berkontestasi di pilpres 2024, tidak bicara di awang-awang. Bahwa Indonesia bakal meraup pendapatan tinggi pada 2045.

Ya, Teguh benar. Bagaimana mungkin impian itu terwujud kalau masalah ekonomi yang fundamental belum teratasi.  “Saya rasa ini catatan-catatan yang sangat kritis, apakah mimpi itu realistis atau bukan, atau kita perlu berfikir ulang Indonesia Emas 2045 atau Indonesia Cemas 2045,” kata Teguh, dikutip Sabtu (28/10/2023).

LPEM FEB UI mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia terbilang stagnan, berkutat di kisaran 5 persen, pertumbuhan kredit per tahun tak pernah tembus 15 persen, rasio pajak terhadap PDB tak pernah melampaui 11 persen, bahkan tercatat jeblok 9,9 persen dalam 10 tahun terakhir. Kontribusi industri terhadap PDB pun sami mawon, terus merosot hingga kini ke level 18 persen. Celakanya lagi, kemiskinan ekstrem persisten berada di level 1,7 persen.

Sedangkan Kepala LPEM, Chaikal Nuryakin menambahkan, kondisi perekonomian Indonesia yang terbilang stagnan itu seperti menandakan bahwa jalan Indonesia menuju 2045 saat ini seperti tengah membentur atap kaca di mana pun melangkah. Ia pun mengingatkan pentingnya strategi cadangan untuk menavigasi perekonomian Indonesia jika gagal menjadi negara maju 2045.

“Kira-kira, kalau (Indonesia) tidak jadi negara maju, apa yang harus kita lakukan,” kata Chaikal.

Dalam white paper itu, LPEM pun menyarankan, termasuk kepada capres dan cawapres mendatang supaya menyiapkan opsi kedua jika Indonesia gagal menjadi negara maju pada 2045, yakni menyiapkan menyiapkan kelas menengah yang kuat secara ekonomi dan inovatif.

“Kelas menengah kita akan sangat besar, jadi harus disiapkan kelas menengah yang kuat dan inovatif. Kalaupun 2045 kita tidak menjadi negara maju, kita memiliki kelas menengah yang kuat dan produktif,” ucap Chaikal.

Penguatan itu dapat dilakukan dengan cara peningkatan kesetaraan kesempatan dan akses pendidikan maupun kesehatan yang berkualitas, pekerjaan sektor formal, infrastruktur dasar, serta jaminan sosial menyeluruh. Ini menurutnya akan menjadi modal utama dan satu-satunya untuk mewujudkan mimpi Indonesia Emas.

LPEM pun mengingatkan supaya laju pertumbuhan ekonomi masa pemerintahan Presiden Jokowi pada periode kedua kepemimpinannya yang tidak inklusif, tidak terulang di pemerintahan baru hasil Pemilu 2024. 

Seperti program pemerintahannya yang terlalu fokus pada 20 persen kelompok terbawah, dan 10 persen kelompok teratas, namun melupakan kelompok kelas menengah yang porsinya 40-80 persen dari total penduduk.

“Ini mungkin agak pesimistis, tapi ini baik untuk mempersiapkan kelas menengah yang kuat dan inovatif. Sehingga kita bisa membuat Indonesia negara maju 20 tahun ke depan atau 2065,” tegas Chaikal.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button