Ototekno

Pelajaran dari Tragedi Kapal Selam Titanic, Antara Teknologi Murah dan Ambisi Manusia

Peristiwa tenggelamnya kapal selam OceanGate Titanic belum lama ini telah mencetuskan debat panjang seputar pemanfaatan teknologi dalam misi eksplorasi bawah laut. Ironisnya, bukan kapal selam canggih dengan teknologi tinggi yang menjadi pusat perhatian, melainkan sebuah kontroler atau pengendali video game yang malang – Logitech f710. Inilah inti kisah: tragedi, teknologi, dan tentu saja, kontroler video game.

Pada awal tragedi, media begitu gembar-gembor menyebut OceanGate Titanic sebagai ‘kapal selam’. Namun, ahli laut dalam segera menegaskan bahwa itu bukanlah kapal selam, melainkan sebuah submersible. Seperti yang dikemukakan oleh Editor Teknologi di France News, Peter O’Brien, “Perbedaannya terletak pada submersible yang membutuhkan ‘induk kapal’ karena tidak memiliki daya cukup untuk meninggalkan dan kembali ke pelabuhan secara mandiri,” katanya mengutip dari tayangan diskusi video Francenews, Sabtu (24/6/2023).

Namun, apa yang mencuri perhatian adalah rincian desain teknologi kapal ini. Logitech f710 yang merupakan sebuah kontroler video game, menjadi pusat komando yang memungkinkan navigasi kapal. Beberapa netizen merasa tergelitik dan menganggap hal ini absurd. Mengomentari hal ini, O’Brien berkata, “Militer di seluruh dunia menggunakan kontroler video game untuk mengoperasikan perangkat keras. Tapi kontroler tersebut tentu saja tidak digunakan untuk ‘mengendalikan semua hal’ seperti yang pernah diucapkan oleh almarhum Stockton Rush, CEO Ocean Gate, tentang kontroler di Titan.”

Memang ada kekhawatiran bahwa teknologi yang digunakan terlalu murah. Namun, sejarah telah menunjukkan bahwa teknologi sederhana dapat mencapai hal-hal luar biasa. Misalnya, ‘narcos subs’ atau kapal selam narkoba, yang meski terbuat dari bahan dasar, berhasil melintasi samudra.

Namun, di luar debat tentang kontroler dan teknologi murah, muncul pertanyaan fundamental: mengapa kita harus mempertaruhkan nyawa manusia ketika drone dan robot dapat melakukan pekerjaan yang sama, atau bahkan lebih baik, tanpa risiko nyawa manusia? Professor Stefan Williams dari University of Sydney menanyakan hal yang sama. Namun, O’Brien menawarkan pandangan berbeda, “Tidak peduli seberapa banyak kita bisa melihat dan merasakan hal-hal melalui headset atau semacam teknologi, entah mengapa, sifat manusia selalu ingin melihat hal-hal secara langsung,” ungkapnya.

Akhirnya, tragedi OceanGate Titanic adalah pelajaran bagi kita semua – tentang pentingnya keseimbangan antara teknologi, keselamatan, dan keinginan manusia untuk menjelajahi. Dan tentu saja, tentang bagaimana sebuah kontroler video game bisa menjadi pusat perhatian dalam sebuah tragedi bawah laut. Sementara kita berharap agar hal seperti ini tidak terulang lagi, kita juga merasa penasaran, kontroler video game jenis apa yang akan digunakan dalam misi selanjutnya? Seperti O’Brien menggambarkan, “Tidak ada pengganti untuk pengalaman nyata.”

Seperti diketahui, Kapal selam Titan yang menjelajahi reruntuhan kapal Titanic dilaporkan hilang pada Ahad (18/6/2023). Kapal selam itu adalah bagian dari ekspedisi delapan hari yang dioperasikan oleh OceanGate Expeditions.

Wisatawan dapat membayar 250 ribu dolar AS (sekitar Rp 3,7 miliar) untuk menjelajahi sisa-sisa kapal Titanic yakni dua bagian utama yang berada sekitar 2,5 mil ke bawah ke laut dan sekitar 400 mil di lepas pantai Newfoundland. Situs web OceanGate menjelaskan, misi ke kapal karam bermaksud untuk sepenuhnya mendokumentasikan dan memodelkan situs bangkai kapal selama beberapa tahun.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button